Putusan MK tentang Usia Capres Cawapres Dinilai Mengganggu Demokrasi

 

Foto : Istimewa

JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi atau MK tentang usia capres cawapres terus menilai sorotan.

Putusan MK yang dianggap kontroversi ini bahkan dianggap bisa tatanan bernegara.

Juga, dinilai merusak mengakibatkan kehidupan demokrasi berada di ujung tanduk

"Demokrasi tentu terganggu, lahirnya politik dinasti, suburnya nepotisme," katanya di Jakarta, Kamis, 2 November 2023.

Baca Juga: Ganjar Mahfud Disebut Bakal Lanjutkan Pembangunan Era Jokowi, Termasuk IKN

Ia beranggapan putusan MK itu membuka jalan bagi tumbuh suburnya nepotisme. Lebih parah lagi, MK dinilai telah merusak tatanan bernegara.

"Soal imbas putusan itu yang membuka potensi nepotisme, itu hanya bagian kecil, bagian besarnya adalah MK telah merusak tatanan yudikatif. Kerusakan ini bukan soal politik, tetapi tatanan negara ikut keropos," ungkapnya.

Dedi berpandangan Ketua MK Anwar Usman layak dicopot dari jabatannya dan diproses hukum.

Dedi mendasarkan pandangannya pada beberapa argumen yang menunjukkan pelanggaran krusial dalam putusan MK tersebut.

Baca Juga: Viral! Semangka Palestina, Lambang Perlawanan atas Larangan Pongah Israel

Pertama, hakim yang miliki relasi langsung dengan materi gugatan, seharusnya tidak ikut dalam merumuskan putusan.

Kedua, MK tidak miliki wewenang mengubah, menambah maupun mengurangi naskah UU. MK hanya bisa membatalkan UU dan mengembalikan keputusan hukum ke DPR RI.

"Sehingga MK layak disebut merusak konstitusi, bahkan hakim yang ikut mengubah UU layak disebut kriminal," tuturnya.

Baca Juga: Setelah Lisa Blackpink, Sederet Idol Kpop Dikabarkan Masuk Daftar Hitam di Pasar China, Siapa Saja Mereka?

Sanksi Elektoral

Sementara itu, Peneliti Politik dan Kebijakan Danis TS Wahidin mengatakan, masyarakat bisa mengambil sikap dengan memberikan sanksi elektoral terhadap kandidat yang bermasalah dan merusak.

“Kesalahan politik harus diluruskan dengan kebenaran politik. Masyarakatlah sekarang harapan satu-satunya hukuman elektoral dengan tidak memilih kandidat yang bermasalah,” ujar Danis.

Putusan MK disebutnya sarat kepentingan, memuluskan nepotisme keluarga Presiden Joko Widodo.

“Ada cacat hukum dalam pengambilan keputusan MK. Hakim-hakim membawa MK jauh ke ruang-ruang politik. Padahal MK dan DPR serta lembaga kepresidenan sejajar, tidak boleh saling intervensi,” sebut Danis.

Majunya Gibran menjadi Cawapres juga dinilai berdampak negatif terhadap politik di anak muda.

“Hari ini kita sedang menghadapi era bonus demografi. Anak muda harus mulai dipercaya dan diberikan peluang mengisi jabatan-jabatan strategis, agar bonus demografi tidak berubah menjadi beban demografi," kata Danis.

“Tetapi dengan jalan dan aturan yang benar, dengan prestasi bukan prestise,dengan demokratis bukan dengan oligarkis. Anak muda harus dipahamkan tentang pentingnya nilai-nilai religiusitas, nasionalisme dan kenegarawanan,” imbuh Danis yang juga Dosen Ilmu Politik di UPN Veteran Jakarta ini.

Dia menambahkan, meski saat ini jalan Gibran terlihat mulus, namun berkerikil di perjalanan kedepan. Muncul sentimen negatif di masyarakat dan ini mempengaruhi elektabilitas pasangan Prabowo- Gibran.

“Pengaruh elektabilitas Gibran terhadap Prabowo tidak terlalu signifikan, Pak Prabowo sudah memiliki elektabilitas bawaan sekitar 30-40%, Gibran hanya sekitar 2-10%,“ tandas Danis. ***

editor :yuli terbit

Disadur dari : harinterbit.com

 

Diberdayakan oleh Blogger.