Illegal Mining, Antara Kebutuhan dan Tanggungjawab Moral
![]() |
Rizal Ependi. Foto: Jambiterbit.com |
Oleh : Rizal Ependi
UPAYA pemerintah menyelamatkan lingkungan hidup dari kerusakan yang disebabkan maraknya praktik pertambangan minyak bumi tanpa izin (illegal drilling) memang patut diacungi jempol.
Siapa saja pasti merasa senang jika alam terselamatkan dari "pemerkosaan" manusia yang tidak bertanggungjawab.
Melestarikan lingkungan dapat menyelamatkan kelangsungan hidup anak manusia dimasa mendatang. Ini juga mejadi program dunia yang berupaya menyelamatkan planet bumi dari kerusakan.
Pelaksanaan program pelestarian lingkungan ini sedang dilaksanakan di Provinsi Jambi.
Pemerintah telah membentuk tim satuan tugas (satgas) operasi illegal drilling yang terdiri dari unsur TNI, Polri, Dinas Perhubungan, ESDM dan Biro Hukum Sekretarian Daerah (Setda) Provinsi Jambi.
Tujuannya untuk menertibkan pertambangan minyak bumi tanpa izin di Provinsi Jambi.
Tim satgas tersebut mulai beroperasi pada 25 November dan berakhir 15 Desember 2019. Setidaknya mereka telah menutup ratusan sumur minyak di Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi.
Upaya penutupan sumur minyak tidak mendapatkan perlawanan signifikan dari pelaku illegal drilling. Sejauh ini petugas belum menemukan kendala berarti karena para pelaku dominan merupakan masyarakat setempat.
Kinerja tim satgas operasi illegal drilling mendapat apresiasi dari Gubernur Jambi, H. Fahcrori Umar. Gubernur mengucapkan terimakasih atas kesigapan tim satgas dalam menjalankan tugas.
Program ini juga mendapat apresiasi dari Ketua Umum Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) Provinsi Jambi H Tagor Mulia Nasution. Tagor menganggap pemberantasan illegal drilling ini satu bentuk kepedulian pihak kepolisian dan pemerintah terhadap kelestarian lingkungan.
Satu sisi keberadaan pratek illegal driling memang meresahkan masyarakat, karena disinyalir dapat merusak lingkungan dan sumber daya air.
Kalau mau jujur, adanya praktik illegal drilling dan adanya upaya pemberantasan pertambangan minyak tanpa izin oleh satgas gabungan tersebut sama - sama menimbulkan dampak negatif.
Penambangan minyak bumi tanpa izin berdampak pada kerusakan lingkungan hidup, sedangkan operasi pemberantasan illegal drilling secara tidak langsung menciptakan pengangguran.
Bayangkan, dari 785 sumur minyak yang ditutup, kalau dalam satu sumur menyerap tenaga kerja 2 orang saja, berarti dalam kurun waktu 20 hari pemerintah telah menciptakan pengangguran sebanyak 1500 orang lebih.
Dikatakan begitu, karena praktik illegal drilling ini adalah mata pencaharian masyarakat. Ini berbicara masalah kebutuhan dan persoalan perut, baik untuk si penambang maupun keluarganya.
Bertambahnya angka pengangguran di satu tempat tentu saja menyebabkan meningkatnya angka kriminalitas. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena telah menjadi hal yang mutlak
Para penganggur cenderung akan melakukan tindakan kriminal seperti pencurian, penipuan, perampokan dan kejahatan lainnya demi untuk memenuhi kebutuhan hidup yang kian menghimpit.
Kemudian, ada juga kecenderungan masyarakat akan melakukan pengeboran kembali pasca dilakukan penertiban.
Bila hal ini terjadi, bukan tidak mungkin satgas gabungan akan kembali menggelar operasi yang tentu saja membutuhkan biaya.
Seyogyanya, sebelum pratik illegal drilling distop, pemerintah handaknya telah mencarikan solusi atas beragam dampak yang ditimbulkan.
Memang upaya penertiban lebih banyak manfaatnya. Namun perlu diketahui bahwa para pelaku adalah masyarakat yang menggantungkan hidup dari pratik illegal tersebut.
********
Sebelum adanya praktik illegal drilling, khususnya di Jambi telah marak praktik pembalakan liar (illegal logging). Para pembalak liar ini menebangi hutan produksi tanpa melakukan penghijauan (penanaman kembali/ reboisasi)
Kawasan hutan menjadi gundul, sehingga mengakibatkan terjadinya degradasi hutan (penurunan fungsi hutan akibat penebangan yang dilakukan secara terus menerus) di daerah hulu aliran sungai. Sehingga hal itu menyebabkan terjadinya kekeringan pada musim kemarau, banjir dan tanah longsor saat musim penghujan.
Ironisnya, pembalak juga merambah sebagian kawasan hutan lindung yang merupakan paru - paru dunia.
Di Provinsi Jambi setidaknya ada 4 kawasan hutan lindung, yakni : Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT), Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD) dan Taman Nasional Berbak (TNB).
Kesemua hutan lindung ini dikabarkan telah mengalami kerusakan signifikan akibat ulah pembalak liar.
Kemudian pemerintah juga dibuat repot oleh praktik Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang beroperasi di bagian hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari.
Berbagai pihak terlibat melakukan penertiban, karena PETI ini selain menyebabkan kerusakan lingkungan juga mencemari DAS Batanghari oleh logam berat.
Sejujurnya, penyebab maraknya praktik pertambangan tanpa izin pemerintah atau pertambangan ilegal (illegal mining) ini ialah :
Masih kurangnya pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap pentingnya melestarikan lingkungan. Dalam hal ini diperlukan peran pemerintah untuk membangkitkan rasa tanggungjawab moral masyarakat. (***)