Pemotongan Gaji 2,5 Persen untuk Zakat Akan Membuat PNS Muslim Makin Menderita

foto ilustrasi harianterbit.com

JAMBITERBIT.COM, JAKARTA - Pemerintah akan mengeluarkan kebijakan menarik zakat 2,5 persen bagi pegawai negeri sipil (PNS) Muslim, dikecam. Kebijakan yang akan diperkuat lewat peraturan presiden (perpres) ini dinilai akan membuat pendapatan PNS Muslim semakin tergerus sehingga membuat mereka semakin menderita.

Terlebih PNS sudah kena potong pajak 10 persen dan bebagai macam iuran lainnya. Perpres Zakat dinilai tidak tepat karena melanggar UU, sehingga harus diatalkan. Disisi lain, pengelolaan aset dan dana zakat selama ini dinilai tidak transparan dan akuntable.

Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Mustolih Siradj mengatakan, rancangan Perpres tarik zakat 2,5% kepada ASN Muslim yang dirancang oleh pihak Kementerian Agama bertentangan dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (UU Zakat).

Dalam UU zakat jelas dinyatakan bahwa soal pungutan zakat itu bersifat voluntari bukan mandatori. "Mungkin Kementerian Agama lupa ratio logis lahirnya UU Zakat. Kaum muslim nantinya akan sangat keberatan karena pada saat yang bersamaan pihak Direktorat Pajak juga saat ini sedang agresif mengejar wajib pajak dikhawatirkan umat Islam justru nanti akan semakin menderita dan mereka merasa diperlakukan tidak adil karena terkena pajak Berganda (double tax)," kata Mustolih Siradj kepada Harian Terbit, Selasa (6/2/2018).

 Belum Optimal Menurut Mustolih, pengelolaan zakat yang saat ini dijalankan oleh pemerintah melalui BAZNAS dan masyarakat melalui Lembaga Amil Zakat juga masih belum optimal. "Maka sebelum Kemenag berambisi mematangkan Perpres Zakat mestinya sistem pengelolaa zakat diperkuat dan diperbaiki.

Misalnya pada aspek transparansi pengelolaan aset dan dana zakat," jelasnya. Mustolih menegaskan, zakat adalah dana umat, bukan dana milik lembaga pengumpul sehingga sudah menjadi keniscayaan lembaga zakat transparan dan akuntabel. Saat ini tingkat transparansi lembaga zakat masih sangat rendah. Oleh karena itu ia pernah mengugat transparansi pengelolaan 5 lembaga zakat ke Komisi Informasi Pusat (KIP).

Jadi, lanjutnya, kurang tepat dan tidak bijak Prepres zakat saat ini ditengah pelamahan daya beli masyarakat. Terlebih ASN juga sudah kena potong pajak dan bebagai macam iuran. Batas Nisab Sementara itu, Dewan Pakar Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Pusat, Anton Tabah Digdoyo menegaskan, zakat dibayar setiap 1 tahun 1 kali bagi yang sudah mencapai batas nisab. Untuk hewan ternak seperti kambing, kerbau, sapi atau onta bisa bayar zakat setiap panen tapi harus setelah mencapai nisab.

Misal padi minimal panen 7,5 kuintal maka zakatnya 2,5%. Jika emas nisabnya 86 gram zakatnya 2,5%. Sedangkan penghasilan juga zakatnya 2,5% pertahun.. Penghasilan ulama jika dikurs senilai minimal dengan harga emas 86 gram dalam setahun juga sudah kena nisab untuk zakat. Sementara jika gaji pegawai negeri pertahun senilai dengan emas 86 gram maka sudah wajib zakat.

Namun jika belum mencapai nisab wajib zakat maka siapapun tidak boleh main potong untuk membayar zakat. Oleh karena itu Anton menanyakan apakah gaji PNS yang akan dipotong zakat tersebut dihitung berdasarkan gaji pokok atau bruto. "Ini yang dihitung gaji pokok atau bruto. Kalau gaji pokok maka gaji seorang Jenderal pun belum bisa zakat karena gaji pokok Jenderal cuma Rp4juta x 12 bulan hanya Rp 48 juta sehingga belum mencapai nisab.

Apalagi dibawah Jenderal," paparnya. Seperti diketahui, Pemerintah saat ini tengah menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres) soal pemotongan gaji untuk setiap Aparatur Sipil Negara (ASN) yang beragama Islam. Nantinya, mereka akan dipotong gajinya sebesar 2,5 persen, sesuai dengan aturan zakat. “Sedang dipersiapkan Perpres tentang Pungutan Zakat bagi ASN Muslim. Diberlakukan hanya ASN Muslim, kewajiban zakat hanya kepada umat Islam,” kata Menteri Agama Lukman Hakim Syaifudin, di Istana Negara, Jakarta, Senin (5/2/2018).

Tidak Boleh Sementara itu Setiyono, Pengkaji Sejarah, Hukum dan Demokrasi, Universitas Al Azhar Indonesia dalam tulisannya di Aktual.com menyatakan, negara tidak bisa serta merta memotong gaji rakyatnya untuk membayar zakat. Karena zakat ini berkaitan erat dengan persoalan agama, yakni Islam.

Sedangkan negara kita tidak berazaskan Islam, melainkan berazaskan Pancasila dan UUD 1945. Menurutnya, zakat adalah sesuatu yang melekat dalam agama Islam dan memiliki konsekuensi sendiri dalam agama Islam. Maka pelaksanaannya juga tergantung pada masing-masing pemeluknya. Negara tidak boleh serta merta dalam mencampurinya.

“Jadi jelas secara konsep demokrasi, tidak ada kewajiban bagi negara untuk menarik zakat kepada rakyatnya,” paparnya. Dia mengatakan, sesuai bahasan fiqih untuk mengeluarkan zakat atas penghasilan seseorang, maka harus benar-benar mencapai nisab. Dan nisab yang disepakati oleh para ulama adalah 20 misqal.

“Satu misqal apabila diperkirakan dengan berat kilogram menurut timbangan Indonesia, adalah 4,25 gram. Jadi, 20 misqal itu sama dengan 85 gram emas. Tentang jumlah nisab ini, mayoritas disepakati oleh para ulama, kecuali Mazhab Hambal,” ujarnya.

Penulis  : Safari
Sumber : harianterbit

Diberdayakan oleh Blogger.