Polda Metro Jaya Bongkar Praktik Aborsi Ribuan Janin
JAKARTA - Tim dari Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya mengungkap praktik aborsi ilegal dengan menggerebek Klinik Dr. SWS, Sp. OG, di Jalan Raden Saleh I, RT 2/2, Nomor 10 A, Kelurahan Kenari, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat, tanggal 3 Agustus 2020 lalu.
Dari pengungkapan tersebut, tim kepolisian Ditreskrimum Polisi berhasil meringkus 17 tersangka pelaku praktik aborsi ilegal mulai dari dokter serta petugas medis, hingga calo, dan pelaku aborsi ilegal. Mereka adalah dr. SS (57), dr SWS (84), dr TWP (59), EM (68), AK (27), SMK (32), W (44), J (52), M (42), S (57), WL (46), AR (44), MK (38), WS (49), CCS (22), HR (23) dan LH (46).
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan praktik aborsi ilegal di klinik resmi untuk pemeriksaan kandungan itu berawal dari pengembangan kasus pembunuhan berencana, yang diotaki Sari Sadewa (37) seorang sekertaris pribadi terhadap bosnya seorang pengusaha roti, Hsu Ming Hu (52), warga negara asal Taiwan.
“Seperti diketahui Ditreskrimum Polda Metro Jaya berhasil mengungkap kasus pembunuhan berencana warga asing asal Taiwan itu, dimana pelakunya adalah sekertaris pribadinya SS,” ujar Yusri di Polda Metro Jaya, Selasa (18/8/2020).
Mantan Kabid Humas Polda Jawa Barat itu menjelaskan, bahwa motif pelaku menghabisi korban adalah sakit hati. Sebab pelaku sempat dihamili oleh korban, namun korban meminta pelaku mengaborsi kandungannya.
“Dari sana diketahui bahwa SS melakukan aborsi ilegal di klinik di Jalan Raden Saleh, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat ini,” beber Yusri.
Sehingga akhirnya, lanjut Yusri, dibentuklah tim dan melakukan penyelidikan hingga menggerebek klinik tersebut pada 3 Agustus 2020 lalu.
“Dari sana diamankan 17 tersangka,” jelasnya.
TIGA DOKTER TERLIBAT
Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat mengatakan dari 17 tersangka itu, terdiri dari 3 dokter, 3 petugas medis mulai dari seorang bidan dan dua perawat, 4 pengelola yang bertugas negosiasi hingga pembagian uang, 4 orang calo hingga perantara dan bertugas membersihkan sisa janin sampai membeli obat dan 3 orang yang melakukan aborsi, yakni satu pasangan dan seorang kerabat yang membiayai praktik aborsi.
“Jadi totalnya ada 17 pelaku yang kami amankan dari sana. Dari pengakuan mereka sudah beroperasi selama 5 tahun. Dimana setiap harinya mengaborsi sekitar 5 sampai 7 janin,” ujar Tubagus di Polda Metro Jaya.
Lanjutnya, dari data yang didapat di klinik, diketahui sejak setahun terakhir tepatnya mulai awal Januari 2019 sampai 10 April 2020, klinik ini sudah mengaborsi secara ilegal sebanyak 2.638 janin.
Tubagus menjelaskan dari klinik itu, disita sejumlah barang bukti berupa peralatan medis dan peralatan lainnya, yang dipakai untuk melakukan aborsi, data administrasi pendaftaran aborsi serta uang tunai Rp130 juta, yang merupakan dana pembayaran aborsi dan pendapatan klinik.
Para tersangka dijerat Pasal 299 KUHP dan atau Pasal 346 KUHP dan atau Pasal 348 ayat (1) KUHP dan atau Pasal 349 KUHP dan atau Pasal 194 Jo Pasal 75 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan atau Pasal 77A jo Pasal 45A Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.
sumber : harianterbit.com
Dari pengungkapan tersebut, tim kepolisian Ditreskrimum Polisi berhasil meringkus 17 tersangka pelaku praktik aborsi ilegal mulai dari dokter serta petugas medis, hingga calo, dan pelaku aborsi ilegal. Mereka adalah dr. SS (57), dr SWS (84), dr TWP (59), EM (68), AK (27), SMK (32), W (44), J (52), M (42), S (57), WL (46), AR (44), MK (38), WS (49), CCS (22), HR (23) dan LH (46).
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan praktik aborsi ilegal di klinik resmi untuk pemeriksaan kandungan itu berawal dari pengembangan kasus pembunuhan berencana, yang diotaki Sari Sadewa (37) seorang sekertaris pribadi terhadap bosnya seorang pengusaha roti, Hsu Ming Hu (52), warga negara asal Taiwan.
“Seperti diketahui Ditreskrimum Polda Metro Jaya berhasil mengungkap kasus pembunuhan berencana warga asing asal Taiwan itu, dimana pelakunya adalah sekertaris pribadinya SS,” ujar Yusri di Polda Metro Jaya, Selasa (18/8/2020).
Mantan Kabid Humas Polda Jawa Barat itu menjelaskan, bahwa motif pelaku menghabisi korban adalah sakit hati. Sebab pelaku sempat dihamili oleh korban, namun korban meminta pelaku mengaborsi kandungannya.
“Dari sana diketahui bahwa SS melakukan aborsi ilegal di klinik di Jalan Raden Saleh, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat ini,” beber Yusri.
Sehingga akhirnya, lanjut Yusri, dibentuklah tim dan melakukan penyelidikan hingga menggerebek klinik tersebut pada 3 Agustus 2020 lalu.
“Dari sana diamankan 17 tersangka,” jelasnya.
TIGA DOKTER TERLIBAT
Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat mengatakan dari 17 tersangka itu, terdiri dari 3 dokter, 3 petugas medis mulai dari seorang bidan dan dua perawat, 4 pengelola yang bertugas negosiasi hingga pembagian uang, 4 orang calo hingga perantara dan bertugas membersihkan sisa janin sampai membeli obat dan 3 orang yang melakukan aborsi, yakni satu pasangan dan seorang kerabat yang membiayai praktik aborsi.
“Jadi totalnya ada 17 pelaku yang kami amankan dari sana. Dari pengakuan mereka sudah beroperasi selama 5 tahun. Dimana setiap harinya mengaborsi sekitar 5 sampai 7 janin,” ujar Tubagus di Polda Metro Jaya.
Lanjutnya, dari data yang didapat di klinik, diketahui sejak setahun terakhir tepatnya mulai awal Januari 2019 sampai 10 April 2020, klinik ini sudah mengaborsi secara ilegal sebanyak 2.638 janin.
Tubagus menjelaskan dari klinik itu, disita sejumlah barang bukti berupa peralatan medis dan peralatan lainnya, yang dipakai untuk melakukan aborsi, data administrasi pendaftaran aborsi serta uang tunai Rp130 juta, yang merupakan dana pembayaran aborsi dan pendapatan klinik.
Para tersangka dijerat Pasal 299 KUHP dan atau Pasal 346 KUHP dan atau Pasal 348 ayat (1) KUHP dan atau Pasal 349 KUHP dan atau Pasal 194 Jo Pasal 75 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan atau Pasal 77A jo Pasal 45A Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.
sumber : harianterbit.com