Larangan Eks Napi Maju di Pilkada 2020, Jangan Ada Lagi Mantan Koruptor Jadi Kepala Daerah
![]() |
Karikatur. Poskota News |
“Saya setuju terkait ide pelarangan mantan narapidana korupsi maju sebagai calon kepala daerah dalam Pilkada 2020, karena hak publik harus didahulukan dibandingkan hak pribadi. Napi kasus korupsi telah mencederai kepercayaan publik, karenanya hak publik harus dilindungi,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera.
Sementara itu, Ketua Bidang Legislasi Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mendukung larangan eks napu kasus korupsi maju sebagai calon kepala daerah dalam Pilkada 2020.
Lucius pun meminta agar masyarakat juga mendukung rencana tersebut agar ke depan tidak ada lagi mantan koruptor yang memimpin daerah. "Ini ide pelarangan ini positiflah. Layak didukung," ujar Lucius Karus kepada Harian Terbit, Rabu (31/7/2019).
Lucius menilai, jika Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sudah memikirkan larangan mantan napi kasus korupsi maju sebagai calon kepala daerah maka tidak ada alasan lagi masyarakat untuk tidak mendukungnya.
Lucius meminta larangan mantan narapidana kasus korupsi maju sebagai calon kepala daerah harusnya dilakukan sejak dulu sehingga Indonesia bisa bersih dari perilaku korup.
"Karena itu saya kira tak perlu diskusi panjang lagi. Tinggal formulasi peraturannya mesti tegas. Misalnya bagaimana memastikan sejak awal pencalonan mereka digagalkan. Jangan sampai kayak Pileg kemarin, akhirnya aturan bagus tapi implementasinya tak maksimal," paparnya.
Lebih lanjut Lucius mengatakan, agar rencana larangan mantan napi maju sebagai calon kepala daerah berlaku efektif maka parpol juga mesti mempunyai sikap tegas saat mau mendukung seseorang menjadi kepala daerah.
Harus dipastikan rekam jejak calon yang bersih jangan hanya karena disorot uang milyaran rupiah oleh calon maka parpol lupa prinsip untuk menyeleksi.
"Penting ini bagi Parpol untuk memperlihatkan komitmen pemberantasan korupsi sejak proses awal Pilkada agar kita benar-benar bisa bermimpi tentang good governance. Oleh karena itu KPU juga mesti cepat dan tegas membuat peraturan," tegasnya.
Parpol
Dihubungi terpisah, Sekjen Gerakan Rakyat Tolak Aktor Koruptor (GERTAK) Dimas Tri Nugroho mengatakan, sudah seharusnya partai politik berkomitmen untuk tidak mencalonkan mantan napi korupsi sebagai kepala daerah. Dengan begitu, tidak perlu ada aturan pelarangan mengusung mantan koruptor menjadi kepala daerah. Bila partai komitmen, tentu ada atau tidak ada peraturan pasti tidak akan memasukkan mantan koruptor untuk diusung.
"Mantan koruptor memiliki rekam jejak yang buruk sudah sepatutnya tidak mencalonkan diri menjadi kepala daerah, karena masyarakat beranggapan akan melakukan korupsi kembali pada saat menjabat menjadi kepala daerah," paparnya.
Menurutnya, jika parpol tidak mengusung calon calon yang pernah menjadi napi koruptor maka sudah pasti akan mengurangi praktek praktek korupsi yang sedang marak menjerat kepala daerah.
Sosialisasi
Ketua DPP Lembaga Pengkajian Pembangunan Dan Korupsi Nasional Republik Indonesia (LPKN-RI), Marjuddin Waruwu juga mendukung rencana larangan mantan narapidana kasus korupsi maju sebagai calon kepala daerah. Agar rencana tersebut bisa berlaku efektif maka perlu ada sosialisasi dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Bawaslu harus berperan agar rencana tersebut bisa diterapkan. Saat ini publik butuh pemimpin yang bersih agar Indonesia bisa bebas dari korupsi," paparnya.
Larangan eks narapidana kasus korupsi maju sebagai calon kepala daerah dalam Pilkada 2020 diwacanakan. Wakil Ketua Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera mengatakan Komisi II DPR akan membahas hal tersebut usai masa reses Masa Sidang V Tahun Sidang 2018-2019. (harianterbit/safari)