Tiga Menteri Terseret Dugaan Kasus Korupsi, Jokowi Rombak Kabinet
JAMBITERBIT.COM, JAKARTA - Pasca-Pemilu Presiden (Pilpres) 2019, Presiden Jokowi
diisyaratkan bakal melakukan perombakan kabinetnya. Selain karena ada
beberapa anggota kabinet terpilih menjadi anggota DPR, juga setelah tiga
menteri dikaitkan dalam kasus dugaan korupsi yang ditangani Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).
Seperti diketahui, tiga menteri di Kabinet Kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla terseret pusaran kasus korupsi yang ditangani penyidik KPK. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin pernah dipanggil KPK sebagai saksi terkait kasus jual beli jabatan di Kemenag.
Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi sebelumnya juga menjadi saksi di Sidang Tipikor dalam kasus dugaan suap dana hibah kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Terakhir, KPK juga menggeledah ruang kerja serta kediaman dari Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita terkait kasus gratifikasi politisi Golkar Bowo Sidik Pangarso (BSP).
Sangat Mungkin
Ketua DPP PKB Abdul Kadir Karding menilai perombakan kabinet sangat mungkin terjadi karena pasca-Pilpres 2019, Presiden Jokowi membutuhkan konsolidasi baru hingga bulan Oktober mendatang.
"Bisa saja pasca-Pilpres, Jokowi membutuhkan konsolidasi baru sampai Oktober mendatang," kata Karding di Jakarta, Jumat.
Selain itu dia mengatakan, pertanyaan apakah akan ada perombakan kabinet atau tidak, tentu itu sangat mungkin karena ada beberapa anggota kabinet terpilih menjadi anggota DPR.
Para menteri yang kemungkinan menjadi anggota DPR periode 2019-2024 yaitu Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Bisa Terjadi
Sementara itu Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut Presiden Jokowi sudah mengatakan, perombakan kabinet bisa terjadi ataupun tidak dalam waktu dekat setelah tiga menteri dikaitkan dalam kasus dugaan korupsi yang ditangani KPK.
"Presiden sudah mengatakan bisa iya, bisa tidak. Kami lihat kepentingannya," kata Moeldoko di kantornya, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (2/5/2019), saat menjawab pertanyaan soal kemungkinan perombakan kabinet setelah tiga menteri tersebut terseret kasus dugaan korupsi.
Menurutnya, Presiden Jokowi mengutamakan kredibilitas.
Apabila ada menteri yang terjerat kasus korupsi dan ditetapkan sebagai tersangka, maka Presiden akan menggantinya. "Kalau situasinya berubah, ya akan berubah. Kan begitu. Status itu nanti yang bakalan menentukan. Selama belum ada status, jalan saja," ujarnya.
Dicopot
Menanggapi rencana reshuffle kabinet ini, peneliti dari Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI), Arifin Nur Cahyo mengatakan, Jokowi sebagai Presiden harus berani mencopot menteri yang terseret korupsi. Keputusan Jokowi untuk mencopot menteri yang diduga korupsi untuk mencairkan situasi pemilu yang agak panas pasca Pemilu Raya 2019.
"Pecat menteri korup itu guna mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah," ujar Arifin Nur Cahyo kepada Harian Terbit, Jumat (3/5/2019).
Arifin menegaskan, pemecatan terhadap pejabat yang diduga korupsi itu tidak hanya berlaku untuk menteri. Tapi juga berlaku untuk para oknum partai. Oleh karena itu oknum partai itu juga harus diinvestigasi lebih dalam. Apalagi menteri yang diduga terlibat korupsi itu terkuak ada main dengan politisi salah satu partai koalisi di kubu 01.
"Kami meragukan komitmen pemerintah dalam usaha pemberantasan korupsi. Tidak heran orang dekat Presiden saja terkena OTT," tandasnya. (Harian Terbit/ Safari)
Seperti diketahui, tiga menteri di Kabinet Kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla terseret pusaran kasus korupsi yang ditangani penyidik KPK. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin pernah dipanggil KPK sebagai saksi terkait kasus jual beli jabatan di Kemenag.
Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi sebelumnya juga menjadi saksi di Sidang Tipikor dalam kasus dugaan suap dana hibah kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Terakhir, KPK juga menggeledah ruang kerja serta kediaman dari Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita terkait kasus gratifikasi politisi Golkar Bowo Sidik Pangarso (BSP).
Sangat Mungkin
Ketua DPP PKB Abdul Kadir Karding menilai perombakan kabinet sangat mungkin terjadi karena pasca-Pilpres 2019, Presiden Jokowi membutuhkan konsolidasi baru hingga bulan Oktober mendatang.
"Bisa saja pasca-Pilpres, Jokowi membutuhkan konsolidasi baru sampai Oktober mendatang," kata Karding di Jakarta, Jumat.
Selain itu dia mengatakan, pertanyaan apakah akan ada perombakan kabinet atau tidak, tentu itu sangat mungkin karena ada beberapa anggota kabinet terpilih menjadi anggota DPR.
Para menteri yang kemungkinan menjadi anggota DPR periode 2019-2024 yaitu Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Bisa Terjadi
Sementara itu Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut Presiden Jokowi sudah mengatakan, perombakan kabinet bisa terjadi ataupun tidak dalam waktu dekat setelah tiga menteri dikaitkan dalam kasus dugaan korupsi yang ditangani KPK.
"Presiden sudah mengatakan bisa iya, bisa tidak. Kami lihat kepentingannya," kata Moeldoko di kantornya, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (2/5/2019), saat menjawab pertanyaan soal kemungkinan perombakan kabinet setelah tiga menteri tersebut terseret kasus dugaan korupsi.
Menurutnya, Presiden Jokowi mengutamakan kredibilitas.
Apabila ada menteri yang terjerat kasus korupsi dan ditetapkan sebagai tersangka, maka Presiden akan menggantinya. "Kalau situasinya berubah, ya akan berubah. Kan begitu. Status itu nanti yang bakalan menentukan. Selama belum ada status, jalan saja," ujarnya.
Dicopot
Menanggapi rencana reshuffle kabinet ini, peneliti dari Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI), Arifin Nur Cahyo mengatakan, Jokowi sebagai Presiden harus berani mencopot menteri yang terseret korupsi. Keputusan Jokowi untuk mencopot menteri yang diduga korupsi untuk mencairkan situasi pemilu yang agak panas pasca Pemilu Raya 2019.
"Pecat menteri korup itu guna mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah," ujar Arifin Nur Cahyo kepada Harian Terbit, Jumat (3/5/2019).
Arifin menegaskan, pemecatan terhadap pejabat yang diduga korupsi itu tidak hanya berlaku untuk menteri. Tapi juga berlaku untuk para oknum partai. Oleh karena itu oknum partai itu juga harus diinvestigasi lebih dalam. Apalagi menteri yang diduga terlibat korupsi itu terkuak ada main dengan politisi salah satu partai koalisi di kubu 01.
"Kami meragukan komitmen pemerintah dalam usaha pemberantasan korupsi. Tidak heran orang dekat Presiden saja terkena OTT," tandasnya. (Harian Terbit/ Safari)