Selalu Menyalahkan Kondisi Global: Rupiah Terpuruk, Menkeu Sri Mulyani `Cuci Tangan
![]() |
JAMBITERBIT.COM, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS nyaris mencapai Rp15 ribu per dollar AS. Jika hal ini terus terjadi, maka ekonomi di Indonesia semakin sulit, beban pembayaran cicilan dan bunga utang luar negeri pemerintah maupun korporasi makin besar.
Anjloknya nilai rupiah akan membuat banyak bank yang akan colapse. Selain itu harga-harga kebutuhan pokok akan naik. Para pengamat ekonomi menyebut, kurs saat ini adalah yang paling rendah selama lima tahun terakhir.
Meski rupiah terus terpuruk, para pembantu Jokowi di bidang ekonomi, terutama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indarwati (SMI) selalu menyalahkan kondisi global. Selalu menyalahkan kriris di negara lain seperti di Turki, Argentina, dan adanya permasalahan di AS, Cina.
Padahal, para ekonom senior seperti DR Rizal Ramli dan Kwik Kian Gie sudah jauh-jauh hari mengingatkan pemerintah untuk melakukan antisipasi atas terus terpuruknya nilai tukar rupiah.
Bahkan Rizal Ramli sejak akhir tahun 2017 sudah membahas tentang bahaya peningkatan defisit current accounts. Namun menteri-menteri ekonomi @jokowi sibuk bantah-membantah bahwa ‘semua aman terkendali’.
“Bukannya melakukan antisipasi malah sibuk bantah-membantah,” kata ekonom senior DR Rizal Ramli kepada Harian Terbit, belum lama ini.
Cuci Tangan
Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengatakan, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indarwati hendaknya jangan 'cuci tangan' atas persoalan menguatnya dolar terhadap rupiah.
"Menkeu jangan jadikan negara lain sebagai perbandingan. Kelihatan sekali cari pembenarannya. Tanggung jawab dong karena tak mampu atasi persoalan melemahnya rupiah terhadap dollar," ujarnya di Jakarta, Selasa (4/9/2018).
Uchok melihat, Menkeu merupakan pihak yang paling bertanggung jawab dengan semakin terpuruknya nilai rupiah terhadap dolar.
Uchok menyarankan, jika nilai rupiah terus melemah maka lebih baik Sri Mulyani mengundurkan diri saja karena tidak cocok untuk menjadi Menteri Keuangan Indonesia. Sri Mulyani yang terkesan diam saja atas merosotnya nilai rupiah maka cocoknya bekerja di bank dunia atau di IMF.
Selalu Menyalahkan
Hal yang serupa juga disampaikan oleh Anggota Komisi IV Michael Wattimena. Ia menegaskan kepada Menteri Keuangan meminta agar tidak selalu menyalahkan kondisi ekonomi global semata. Namun, juga mampu memecahkan solusi yang terbaik guna mengantisipasi terjadinya ketidakpastian perekonomian dunia.
”Kami mohon ibu juga jangan sekali-sekali menyalahkan dengan kondisi sekarang, jangan selalu ibu menyalahkan ada masalah AS dengan Cina. Setelah itu beberapa hari berikut karena terkait dengan Turki, ibu langsung masuk lagi bahwa ada permasalahan AS, Cina dan Turki. Lalu ada permasalahan eksternal Cina, Turki dan Argentina. Kami tidak tahu lagi kalau ada permasalahan eksternal diluar ibu ambil lagi. Kami ingin ibu menjelaskan kondisi ekonomi kita,” tegasnya disela-sela rapat paripurna RAPBN 2019 di Gedung DPR hari ini.
Nilai tukar rupiah kian terpuruk. Bahkan, nilai mata uang rupiah menyentuh level terlemah sepanjang tahun ini hingga ke level Rp14.920. Kondisi tersebut menuai kritik berbagai kalangan.
Berdasarkan data Reuters pada Selasa (4/9/2018) siang, Mata Uang Garuda bergerak ke level Rp14.920 per dolar AS atau melemah105 poin atau 0,70 persen dari nilai tukar kemarin sore, Senin (3/9/2018) yang berada di level Rp14.815 per dolar AS.
Berdasarkan perhitungan kalender, rupiah telah terkapar hingga 10,23 persen atau 1.385 poin dari posisi 1 Januari 2018 yang hanya Rp13.535 per dolar AS.
Terpisah, Wakil Ketua Dewan Kerhormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Drajad Wibowo menyatakan kekhawatiran terhadap nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang terus merosot. Dia menyarankan supaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyadari kondisi itu dan merombak habis tim ekonomi diikuti dengan jalan keluar yang jitu.
"Jadi Pak Jokowi, tolong rombak total tim ekonomi, ambil langkah jangka pendek yang lebih pro-bisnis, dan perbaiki defisit. Pasar sudah memvonis jelek tim ekonomi," kata Drajad di Jakarta, Selasa (4/9/2018).
Drajad menyebut selama ini Tim Ekonomi Jokowi lebih sibuk berbicara di depan media massa ketimbang bekerja. Drajad menyatakan terdapat tiga celah yang perlu diperbaiki Tim Ekonomi Jokowi, yakni defisit perdagangan, defisit transaksi berjalan dan defisit fiskal Indonesia.
Menurut Drajad, ketika muncul masalah, para pembantu Jokowi di bidang ekonomi selalu menyalahkan kondisi global. Drajad mengakui pasti terdapat faktor global dalam melemahnya rupiah, seperti kenaikan suku bunga the Fed Amerika Serikat, harga minyak, atau efek psikologis dari krisis ekonomi Turki. "Tapi harusnya, kita lebih fokus memperkuat kondisi dalam negeri," kata dia.
Tim Ekonomi
Mengamati kurs rupiah, Ekonom Senior Kwik Kian Gie angkat bicara. Menurut dia, ada dua faktor yang membuat kondisi ekonomi melemah. Pertama, penguasa dan para pembantunya tidak terlalu paham dengan praktik ekonomi, melainkan hanya fasih menjalankan teori.
Kedua, struktur kebijakan pemerintah saat ini terlalu liberal sehingga spekulasi di pasar keuangan sangat tinggi. Satu pihak berkomentar, kemudian pemerintah bereaksi dan menimbulkan sentimen yang tinggi di pasar keuangan.
"Penguasa tidak paham apa yang dirasakan oleh pelaku di lapangan seperti apa? Mereka mengatur orang di pasar, tapi tidak paham perilaku yang diatur seperti apa. dia mesti mengetahui, kalau urusan moneter, faktor psikologis itu penting," jelasnya.
Intinya, pemerintah tidak pernah mampu menciptakan devisa. Pasalnya, aktivitas impor tak pernah mengalahkan ekspor. Tak hanya barang industri, tetapi juga bahan pangan. (harianterbit/sammy)