Anies Diminta Tutup RPH Kapuk
![]() |
foto ist |
JAMBITERBIT.COM, JAKARTA Keberadaan rumah potong hewan di kawasan Kelurahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat kerap menuai kritik berbagai kalangan. Pasalnya, keberadaan rumah potong hewan tersebut menimbulkan polusi bau sehingga mengganggu pemukiman penduduk.
Anggota komisi A DPRD Jakarta, Inggard Joshua, meminta Gubernur Jakarta Anies Baswedan untuk meninjau ulang keberadaan rumah potong babi itu.
"Kebetulan ini saya lagi berada di lokasi pemotongan babi. Faktanya memang disini polusi yang ditimbulkan dari adanya rumah potong ini sangat menggangu masyarakat sekitar. Selain bau, limbah dari kotoran ini ternyata dibuang ke aliran kali yang ada di sekitar pemukiman," ujar Inggard di Jakarta, Jumat (7/9/2018).
Tak hanya polusi, Inggard pun menilai lahan yang digunakan untuk rumah potong babi tersebut terlalu luas kalau hanya untuk memotong babi sebanyak 200 ekor.
"Jadi lahan tepat potong babi ini luasnya mencapai 5 hektare. Sementara babi yang dipotong disini jumlahnya kurang lebih hanya sekitar 200 ekor saja," terang Inggard.
Oleh karenanya, sambung Inggard, keberadaan rumah potong babi ini dihilangkan saja. Untuk lahannya bisa dipakai untuk kepentingan masyarakat Jakarta Barat, seperti adanya penambahan sarana dan prasarana kesehatan untuk masyarakat Jakarta Barat.
"Lagian kebutuhan masyarakat Jakarta akan daging babi sangat sedikit. Dengan demikian alangkah baiknya PT Dharmajaya sebagai BUMD milik Pemprov DKI yang berwenang mendistribusikan daging dan menaungi rumah potong hewan di Ibukota tak lagi melakukan pemotongan babi. Melainkan cukup langsung melakukan pegadaan dagingnya saja," pungkasnya.
Tak Mencemari
Pengamat Perkotaan, Nirwono Joga menilai, seharusnya, RPH berada di pinggiran kota agar tidak mencemari Ibu Kota.
"Berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Nomor 2131 tahun 1999, pelanggaran terhadap pencemaran bisa dilakukan penutupan saluran, limbah cair, dicabut Tanda Daftar Industrinya, dicabut Tanda Daftar Perusahaan, dicabut Surat Izin Usaha Perdagangan, sampai diselesaikan ke pengadilan, perdata sampai pidana," ujar Nirwono saat di Jakarta, Jumat (7/9/2018).
Menurutnya, RPH harus memenuhi 3 persyaratan. "Pertama tidak boleh dekat dengan pemukiman, kedua mempunyai tempat pengolahan sampah, dan yang ketiga adalah RPH harus bersih dan sehat," kata Nirwono.
Menurut dia, RPH yang berada di dekat pemukiman menyalahi aturan. Solusi pemotongan hewan adalah dengan menyalurkan mereka ke tempat RPH lainnya di pinggiran kota Jakarta.
Diprotes
Untuk diketahui, warga pun sempat memprotes. Ketua RW 017 Kapuk Imam Cahyo mengatakan, warganya meminta Pemprov DKI Jakarta menutup Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Babi, Kapuk, Jakarta Barat. Ia mengatakan, seluruh RW setempat telah mengirimkan permohonan pemindahan RPH kepada DPRD DKI Jakarta.
"Kami Forum RW Kelurahan Kapuk menyurati DPRD. Jadi semua yang ada di Kapuk meminta RPH ditinjau kembali, kalau bisa ditutup ," kata Imam di Jakarta, Jumat (7/9/2018).
Selain menimbulkan bau tak sedap, lanjut dia, limbah yang dihasilkan RPH Kapuk juga dibuang ke saluran air dan menyebabkan saluran tersumbat. Hal itu kerap menyebabkan banjir di lingkungan mereka. Bau menyengat pun kerap muncul dari saluran air.
"Banjir baru dua tahun ini saja enggak ada, tetapi sebelumnya sering banjir karena salurannya penuh. Otomatis, kan, daging babi sama kotorannya itu keangkat semua," ujar Imam.
Imam mengusulkan Pemprov DKI Jakarta cukup mengimpor daging babi tanpa harus memotong babi di sana.
Pasalnya, ia menilai jumlah babi yang dipotong setiap harinya hanya 200 ekor dan babi-babi itu didatangkan dari luar Jakarta.
"Apa salahnya diimpor daging saja begitu, bisa mengurangi polusi, kotoran, biaya produksi dan lain sebagainya. Kami harapkan (RPH babi kapuk) ditutup sajalah," kata dia.
Sebelumnya, sejumlah warga mengeluhkan bau tidak sedap yang kerap muncul dari RPH Kapuk. Menurut warga, munculnya bau tidak sedap dipengaruhi arah angin.
(Harian Terbit/Sammy)