Hanya Rp38 Miliar, Bantuan Pemerintah untuk Lombok Tidak Adil
![]() |
Presiden RI Joko Widodo. foto ist |
JAMBITERBIT.COM, JAKARTA - Gempa yang mengguncang Lombok meluluhlantakkan infrastruktur vital, menghancurkan ribuan rumah/gedung. Jumlah korban tewas mencapai 548 jiwa. Aktivitas perekonomian dan pemerintahan macet.
Belum lagi suasana kebatinan masyarakat. Meski sedemikian parah, pemerintah baru mengucurkan dana Rp38 miliar. Jumlah ini lebih besar dari bantuan pemerintah untuk pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia Oktober 2018 sebesar Rp810 miliar dan Asian Games Rp30 triliun. Hal ini
dinilai tidak adil.
Mantan komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai mengatakan, adanya bentuk ketidakadilan terkait anggaran untuk korban gempa di Lombok NTB yang hanya puluhan milar rupiah dengan acara seremonial yang mencapai ratusan miliar rupiah adalah potret nyata dan ketidakpedulian Pemerintahan Jokowi saat ini. Hal ini semakin membuktikan pemerintah tidak adil terhadap orang-orang miskin dan korban bencana alam yang saat ini sedang menderita.
"Potret ketidakpedulian terlihat dari distribusi anggaran dimana soal-soal ceremonial menghabiskan anggaran begitu fantastis, seperti pertemuan bank dunia mencapai Rp850 miliar dan Asian Games diselenggarakan secara besar-besaran di atas penderitaan rakyat Indonesia khususnya di Lombok," ujar Natalius Pigai kepada Harian Terbit, Senin (20/8/2018).
Natalius menegaskan, Jokowi harus tahu bahwa bencana alam di Lombok telah menjadi perhatian dunia internasional, termasuk para atlet yang saat ini sedang berlaga di Asian Games.
Natalius memutuskan, sesuai dengan standar HAM maka pemerintahan harus memastikan adanya pemenuhan kebutuhan hak asasi termasuk sandang, pangan dan papan untuk korban bencana alam. Upaya-upaya pemenuhan remedial bagi korban termasuk korban gempa di Lombok menjadi urgensif. Oleh karenanya rakyat pantas kecewa pada Jokowi yang harusnya secara jujur menyampaikan kepada peserta Asian Games bahwa bangsa Indonesia sedang dalam musibah.
"Hal itu dilakukan agar menimbulkan simpati dari atlet negara-negara lain. Tindakan seperti itu wajar sebab kita berada di milenium kemanusiaan dimana pilar-pilar HAM dan intervensi kemanusian telah menjadi nilai universal tiap negara," paparnya.
Sementara itu, Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Anton Tabah Digdoyo juga menyatakan, kurang pantas ditunjukkan pemerintah Jokowi yang memberikan bantuan untuk korban gempa di Lombok hanya Rp38 miliar. Padahal ada dana tak terduga di Kementerian Sosial yang peruntukannya antara lain untuk korban bencana alam seperti yang terjadi di Lombok. Anton pun meminta pemerintahan Jokowi untuk tidak membentuk pencitraan saja.
"Gempa NTB ini termasuk bencana besar maka penanganannya harus diambil alih pemerintah pusat dengan managemen termasuk pendanaanya," ujar Anton.
Tidak Proporsional
Pengamat politik dari Lembaga Kajian dan Analisa Sosial (LeKAS) Karnali Faisal mengatakan, memang tidak proporsional dan jauh dari rasa keadilan jika benar dalam pemenangan bencana alam di Lombok pemeirntah hanya mengucurkan Rp38 miliar.
Jika hal itu benar maka menjadi pertanyaan sejauh mana empati pemerintah terhadap para korban bencana alam tersebut. Karena jika hitung-hitungan yang dirilis BMKG maka kerugian lebih dari Rp7 triliun.
"Dari angka itu saja sudah sangat jauh. (Kerugian Rp7 triliun dan kucuran dana dari pemerintah Rp38 miliar). Sementara untuk kegiatan yang tidak terlalu mendesak seperti annual meeting mendapat alokasi dana yang sangat besar. Termasuk kegiatan Asian Games yang menelan biaya puluhan triliun rupiah," ujarnya.
Karnali menuturkan, dari bantuan yang disalurkan pemerintah untuk gempa Lombok yang hanya Rp38 miliar maka publik akan menilai sejauh mana empati pemerintah terhadap para korban. Akan terlihat juga sejauh mana pemerintah menganggap prioritas percepatan pemulihan kondisi sosial dan lingkungan masyarakat yang terdampak gempa. Oleh karenanya pemerintah harus mengalokasikan anggaran yang lebih besar lagi agar proses penanggulangan bisa lebih cepat.
"Dana yang disalurkan pemerintah untuk korban bencana tidak ada kaitannya dengan fluktuasi rupiah yang terus turun terhdap dolar dan kondisi ekonomi. Karena untuk annual meeting saja alokasi dana besar. Apalagi ini untuk kondisi darurat yang dialami rakyat yang tertimpa bencana," paparnya.
Tidak Adil
Terpisah, Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya mengaku paham perasaan masyarakat korban gempa Lombok jika memang diperlakukan tidak adil oleh rezim Jokowi. Apalagi ia pernah menyaksikan dan merasakan gempa dasyat tsunami Aceh dan dampaknya. Oleh karenanya tidak menjadi masalah jika musibah gempa Lombok ditetapkan sebagai bencana Nasional. Namun yang paling urgen adalah pemerintahan Jokowi dengan seluruh instrumen terkait harus hadir dan bekerja maksimal menolong masyarakat korban gempa.
"Indonesia dengan pengalaman gempa Aceh, Yogyakarta dan lainnya idealnya sudah punya pengalaman cukup untuk bekerja secara sistemik, terkordinasi, cepat, tepat dan maksimal. Baik pada fase darurat paska gempa, fase rehabilitasi dan recovery semua aspek kehidupan sosial ekonomi dan infrastruktur masyarakat," paparnya.
Ironisnya, sambung Harits, jika hanya untuk annual meeting Bank Dunia saja bisa menganggarkan Rp850 miliar. Tapi untuk tragedi menyedihkan yang menimpa rakyat berbagai lapisan alokasinya jauh lebih rendan dan jauh dari proporsional. Oleh karenanya nalar publik tercederai dengan kebijakan darurat penanganan gempa Lombok di tangan Jokowi yang mengecilkan suasana kebatinan masyarakat Lombok yang sedang sedih.
"Patut kita sedihkan lagi adalah penguasa saat ini dirasakan belum hadir maksimal untuk mereka. Sense of crisisnya rezim Jokowi pada titik kritis," paparnya.
Anggaran
Seperti diketahui, Ketua Tim Pengarah Asian Games 2018 yang juga Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla (JK) mengatakan, biaya untuk penyelenggaraan Asian Games 2018 menghabiskan lebih dari Rp30 triliun.
Menurut JK, total keseluruhannya Rp27 triliun, kemudian ditambah Rp4,5 triliun dari pemerintah untuk penyelenggaraan. “Selain itu, masih ada juga pemasukan lewat promosi dan sponsorship yang kami harap bisa membantu. Butuh lebih dari Rp30 triliun kalau ditotal semuanya,” papar JK.
Sementara untuk agenda tahunan IMF-Bank Dunia pemerintah menganggarkan Rp 810,17 miliar. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya pernah mengungkapkan, anggaran yang dikeluarkan Indonesia sebagai tuan rumah masih di bawah anggaran yang dialokasikan negara lain ketika mereka yang berperan sebagai tuan rumah pertemuan tahunan.
(harianterbit/safari)