Kepala Makan Dari Kepala

 

Oleh: Jamhuri  (Ketua LSM 9 Jambi )

SEDERATAN panjang catatan perkara Mafia Pertanahan, memberikan gambaran tidak hanya sebatas cerita lama tentang  lemahnya penegakan hukum di lingkungan Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, akan tetapi menunjukan keberanian yang tinggi serta kuatnya niat oknum Pejabat Negara dan/atau oknum Penyelenggara Negara dalam melakukan perbuatan melawan hukum guna mementingkan kepentingan pribadi dan/atau golongan tertentu. Terlepas daripada azaz fiksi hukum dimana semua orang dianggap mengerti hukum (presumptio iures de iure). 

Hal mustahil para oknum pelaku sebagai pemegang hak dan kewenangan untuk berbuat dan bertindak atas nama dan untuk serta demi kepentingan mewujudkan tujuan negara tidak mengerti tentang ketentuan peraturan perundang - undangan menyangkut tentang hak - hak atas tanah dan perizinan, sejumlah sengketa tanah terjadi menyangkut pemanfaatan tanah terutama tentang Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan Kelapa Sawit. Diantara perkara komplik lahan tersebut bahkan sampai menelan korban jiwa, sebabnya tidak lain dan tidak bukan terlahir dari persoalan hak penguasaan atas lahan ataupun tanah yang diperebutkan tersebut.  

Seharusnya kejadian - kejadian menyangkut komplik lahan tidak perlu terjadi jika proses dan mekanisme penguasaan dan pengelolaan tanah atau lahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan yang berlaku, yaitu dimulai dengan mekanisme Pendaptaran Tanah, Proses Pemberian Hak Guna Usaha, Izin Prinsip, Izin Lokasi dan Izin Usaha Perkebunan, (IUP) dan (IUP-B) yang tidak terlepas dari hak dan kewenangan  pihak  Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). 

Setidak - tidaknya terdapat 2 (Dua) Peraturan Presiden menyangkut hak dan kewenangan serta tanggungjawab Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional yaitu pertama Peraturan Presiden Nomor 17 tahun 2015 tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang dan yang kedua yaitu Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional.

Baik sebagian maupun secara keseluruhan  isi dari kedua Peraturan Presiden dimaksud dapat diartikan merupakan suatu penegasan bahwa tanggungjawab terhadap pemberian hak atas tanah berada dipundak Kementerian ATR/BPN. 

Ditenggarai kejadian - kejadian komplik lahan tersebut sebagai akibat dari lemah dan rendahnya tingkat  kepatuhan  para oknum  berkompeten sebagai  pelaku  terhadap  ketentuan  peraturan perundang - undangan yang berlaku antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang  Pendaptaran Tanah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang  Hak Guna Usaha (HGU),  Hak Guna Bangunan (HGB)  dan Hak Atas Tanah.

Untuk Petunjuk Tekhnisnya sampai – sampai dengan diberlakukannya Peraturan Menteri yang khusus mengatur  tentang Hak Guna Usaha (HGU) yaitu Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nomor 7 tahun 2017 tentang Tata Cara dan Penetapan Hak Guna Usaha. Artinya amanat Konstitusional sudah sedemikian ketatnya akan tetapi tidak diikuti dengan penerapan Budaya Konstitusional.

Secara keseluruhan ketentuan Pasal 4 Peraturan Menteri ATR/BPN dimaksud  mengatur tentang  kelengkapan  persyaratan  administrasi  permohonan Hak Guna Usaha (HGU) yaitu berupa data yuridis dan data fisik serta izin lokasi dan persetujuan pihak yang telah diberikan hak terlebih dahulu. Ketentuan sebagaimana  diatas dipertegas dengan ketentuan Pasal 6 yang mengatur keterlibatan masyarakat dan ganti rugi atas tanah yang dimohonkan. 

Bagi masyarakat sekitar  disamping diberikan hak sebagaimana ketentuan Pasal 6 dimaksud juga diberikan jaminan konstitusional sebagaimana yang diatur dengan ketentuan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 26/Permentan/ OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan yang mengatur tentang kewajiban pemegang Izin Usaha Perkebunan (IUP) membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20% (dua puluh per seratus) dari total luas areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan.

Di dalam Permentan disebutkan pembangunannya dapat dilakukan dengan pola kredit, hibah atau bagi hasil. Pembangunan kebun untuk masyarakat ini dilakukan bersamaan dengan pembangunan kebun perusahaan dan rencana pembangunan kebun untuk masyarakat yang harus diketahui oleh Bupati/Walikota.

Merujuk pada ketentuan perundang - undangan sebagaimana diatas seharusnya negara tidak perlu membentuk team khusus pemberantasan Mafia Pertanahan, jika pemberian hak atas tanah dan perizinan  serta pemberian hak - hak masyarakat atas pelaksanaan kewajiban bagi pelaku usaha perkebunan  yang diberikan hak sudah terlaksana sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan yang berlaku. 

Sebutan Mafia pada noumenclateur Satuan Tugas Khusus yang dibentuk tersebut,  menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), memberikan  pengertian mafia adalah perkumpulan rahasia yang bergerak di bidang kejahatan  atau  yang  dikenal  dengan  sebutan kriminal. Artinya para oknum yang terkait dan bersentuhan dengan pemberian hak atas tanah dan perkebunan yang berperkara sebagaimana diatas diberi status sebagai pelaku kriminal oleh negara. 

Oleh karena  itu  fakta menyangkut tentang banyaknya sengketa tanah ataupun komplik lahan menunjukan adanya indikasi pengabaian dan/atau dapat dikatakan sebagai Perbuatan Melawan Hukum  atas  ketentuan  menyangkut pertanahan dan pemberian hak  atas tanah ataupun yang dikenal dengan sebutan Mafia Pertanahan benar - benar ada dan terjadi serta dilakukan secara bersama - sama. Suatu gambaran komoditas perkebunan menjadi parasit ataupun benalu bagi tanaman lain dan menjadi Kutu Rambut atau Kutu Kepala pada kehidupan masyarakat sekitarnya. 

Benalu  adalah  jenis tanaman unik  yang  secara kasat mata tidak memiliki akar untuk bisa hidup dan berproses dalam kehidupan, tetapi memiliki kemampuan khusus tersendiri dalam menghisap makanan dari tempatnya hinggap untuk  menumpang  hidup dan berkembang biak. Akan tetapi Benalu tidak sama sekali memberikan manfaat apapun bagi tanaman yang ditumpanginya bahkan hanya berperan  sebagai  moster  pembunuh bagi yang ditumpanginya sampai mati secara perlahan - perlahan dalam penderitaan. 

Kalau pada tanaman atau tumbuhan terdapat Benalu maka pada Kepala Manusia juga terdapat Parasit yang dikenal dengan sebutan Kutu Rambut atau Kutu Kepala. Bedanya Benalu menumpang  dan  makan  dari  dahan  tanaman  akan tetapi  Kutu  Rambut makan dari Kepala yang ditumpanginya, walau tidak sampai mematikan akan tetapi menimbulkan rasa gatal yang mengganggu, serta tidak memberikan manfaat positif sama sekali dan merupakan suatu gambaran keadaan yang dapat diringkaskan dengan sebutan Kepala Kutu makan dari Kepala Manusia (Kepala makan Kepala). 

Sesuatu gambaran yang ironis dimana oknum pelaku yang seharusnya bertanggungjawab atas kesejahteraan masyarakat,  sebagai kompensasi atas jabatan dan penghasilan yang  bersumber dari pemberian negara dan uang rakyat justru sebaliknya berbuat dan bertindak layaknya segerombolan kutu - kutu rambut atau kutu kepala yang menumpang hidup dan menghisap darah kepala yang ditumpangi.

Perkara - perkara Komplik Lahan tersebut merupakan potret buram menyangkut Kredibilitas dan Kapabilitas serta kepatuhan oknum BPN dan oknum pihak - pihak berkompeten dalam Pemberian  Izin Lokasi dan Izin Prinsif serta Hak Guna Usaha (HGU) terhadap ketentuan peraturan perundang - undangan yang berlaku  menyangkut hak - hak atas tanah dan kewajiban pelaku usaha perkebunan. 

Ketidakpatuhan tersebut akan menjadi pupuk subur bagi tumbuh dan berkembangnya praktek menghisap darah rakyat,  para oknum yang dimaksud  melakukan praktek  pola  hidup Benalu dan/atau Kutu Rambut. Mungkin saja ketidakpatuhan tersebut lebih disebabkan karena adanya kesepakatan tersendiri untuk saling memberi dan menerima antara pihak pemohon dan pemberi hak atas atas tanah dan perizinan.

Pembentukan  Satuan Tugas Mafia Tanah merupakan suatu perubahan sikap dan kebijakan yang berkaitan dengan hak - hak atas tanah,  bak terjaga dari mimpi indah yang membuai tidur panjang walau saat terjaga hari sudah hampir pagi atau dengan prinsip lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. 

Pelaksanaan tugas Satuan Tugas Mafia Pertanahan dalam mengurai praktek mafia pertanahan bak layaknya menilisik kutu di telapak tangan, kutu berada di kepala dicari di telapak tangan, bagaimana berbuat dan bertindak  agar  Benalu dan Kutunya Mati tanpa merusak tempat yang ditumpanginya. Asal jangan seperti jeruk purut dan jeruk nipis yang berbeda hanya pada bentuk kulit dan ukuran physik, rasa tetap sama, yaitu sama - sama masam. (Penulis adalah Ketua LSM 9 Jambi)


Diberdayakan oleh Blogger.