Temukan Bukti, KPPU Naikkan Status Dugaan Kartel Minyak Goreng ke Penyelidikan

foto : ist

JAKARTA - Tim Investigasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan satu alat bukti dalam proses penegakan hukum terkait penjualan atau distribusi minyak goreng nasional.

Temuan tersebut terkait dengan dugaan pelanggaran Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

"Melalui temuan tersebut, minggu ini status penegakan hukum telah dapat ditingkatkan pada tahapan Penyelidikan," kata Direktur Investigasi KPPU, Gopprera Panggabean, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (28/3/2022).

Melansir Antara, KPPU telah mulai melakukan proses penegakan hukum sejak 26 Januari 2022 guna menemukan alat bukti adanya dugaan pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999 dalam permasalahan lonjakan harga minyak goreng sejak akhir tahun 2021 sesuai rekomendasi kajian yang dilaksanakan KPPU.

Dalam proses awal penegakan hukum, Tim Investigasi telah mengundang dan meminta data/keterangan dari sekitar 44 pihak terkait, khususnya produsen, distributor, asosiasi, pemerintah, perusahaan pengemasan dan pelaku ritel.

Melalui proses tersebut, Tim Investigasi pun telah menemukan satu alat bukti yang memperkuat adanya dugaan pelanggaran undang-undang, khususnya atas pasal penetapan harga, kartel, dan penguasaan pasar.

Gopprera menuturkan, proses Penyelidikan dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 60 hari kerja dan dapat diperpanjang. "Penyelidikan akan difokuskan pada pemenuhan unsur dugaan pasal yang dilanggar, penetapan identitas Terlapor, dan pencarian minimal satu alat bukti tambahan," imbuhnya.

Gopprera menambahkan, proses Penyelidikan dapat menyimpulkan dugaan unsur pasal yang dilanggar dan memperoleh minimal dua alat bukti, maka proses penegakan hukum dapat diteruskan ke tahapan Pemeriksaan Pendahuluan oleh Sidang Majelis Komisi.

"Melalui proses Sidang Majelis, KPPU dapat menjatuhkan sanksi administratif berupa denda hingga maksimal 50 persen dari keuntungan yang diperoleh Terlapor dari pelanggaran, atau maksimal 10 persen dari penjualan Terlapor di pasar bersangkutan," ujarnya. (Ak/Ant)

Editor: Arbi Terbit

Diberdayakan oleh Blogger.