Ini Isi Garasi Alex Noerdin yang Ditetapkan Tersangka dan Ditahan Kejagung

sumber foto : detik.com
 

JAKARTA - Anggota DPR Alex Noerdin terseret kasus dugaan korupsi pembelian gas bumi oleh BUMD Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan (Sumsel) tahun 2010-2019. Menilik hartanya, bagaimana isi garasi dari mantan Gubernur Sumsel ini?

Dikutip Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Kamis (16/9/2021), Alex Noerdin memiliki kewajiban sebagai pejabat negara untuk melaporkan hartanya. Terakhir kali, dia menyetor pada 29 Maret 2021. Nilainya mencapai Rp 28 miliar, tepatnya Rp 28.029.274.317.

Sebagian besar hartanya merupakan aset tanah dan bangunan senilai Rp 20.565.669.750. Sementara untuk urusan garasi, modelnya tak berubah sejak Alex Noerdin menjabat sebagai Bupati Kabupaten Musi Banyu Asin periode 2007 - 2012.

Pertama, Toyota Kijang Minibus lansiran tahun 1994. Tidak disebutkan tipe mobilnya, namun harganya ditaksir Rp 30 juta.

Mobil kedua ialah Volkswagen Caravelle tahun 2001. Mobil ini merupakan jenis MPV premium, nilainya ditaksir Rp 135 juta. Mobil ini masuk dalam kategori MPV premium dengan konfigurasi tiga baris yang bisa menampung hingga 7-penumpang.

Tapi, satu sumber kekayaannya menghilang. Dia tak lagi tercatat memiliki usaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), yang terdaftar saat menjabat sebagai Gubernur Sumatera Selatan periode 2013 - 2018. Nilai usaha tersebut ditaksir nilainya mencapai Rp 5 miliar.Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan anggota DPR Alex Noerdin sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembelian gas bumi oleh BUMD Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan tahun 2010-2019.

"Penyidik meningkatkan status tersangka AN," kata Kapuspenkum Kejagung, Leonard, Kamis (16/9/2021).

Kasus ini bermula pada 2010, ketika Pemprov Sumatera Selatan memperoleh alokasi untuk membeli gas bumi bagian negara dari DARI J.O.B PT. Pertamina, Talisman Ltd. Pasific Oil and Gas Ltd., Jambi Merang (JOB Jambi Merang) sebesar 15 MMSCFD berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengelola Minyak Dan Gas (BP MIGAS) atas permintaan Gubernur Sumsel.

Kemudian berdasarkan keputusan Kepala BP Migas tersebut, yang ditunjuk sebagai pembeli gas bumi bagian negara itu adalah BUMD Provinsi Sumsel (Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatra Selatan (PDPDE Sumsel).

Akan tetapi, dengan dalih PDPDE Sumsel tidak mempunyai pengalaman teknis dan dana, PDPDE Sumsel bekerja sama dengan investor swasta, PT Dika Karya Lintas Nusa (PT DKLN), membentuk perusahaan patungan (PT PDPDE Gas) yang komposisi kepemilikan sahamnya 15% untuk PDPDE Sumsel dan 85% untuk PT DKLN.

Penyimpangan tersebut telah mengakibatkan kerugian keuangan negara berdasarkan perhitungan BPK RI sebesar USD 30.194.452.79 (tiga puluh juta seratus sembilan puluh empat ribu empat ratus lima puluh dua koma tujuh puluh sembilan sen dolar Amerika Serikat) yang berasal dari hasil penerimaan penjualan gas dikurangi biaya operasional selama kurun 2010-2019, yang seharusnya diterima oleh PDPDE Sumsel.

Serta kerugian keuangan negara sebesar USD 63.750,00 (enam puluh tiga ribu tujuh ratus lima puluh dolar Amerika Serikat) dan Rp 2.131.250.000,00 (dua miliar seratus tiga puluh satu juta dua ratus lima puluh ribu rupiah) yang merupakan setoran modal yang tidak seharusnya dibayarkan oleh PDPDE Sumsel.

sumber : detik.com


Diberdayakan oleh Blogger.