Pengurangan Hukuman Anas Urbaningrum Wajah Hukum Semakin Buruk

JAKARTA - Sejumlah pihak mempertanyakan langkah Mahkamah Agung (MA) mengurangi hukuman mantan Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat Anas Urbaningrum di tingkat Peninjauan Kembali (PK). Hukuman Anas dipangkas dari 14 tahun penjara menjadi 8 tahun penjara. Tidak heran banyak pihak menyebut hukum di Indonesia tidak memiliki rasa keadilan.

Koordinator Aliansi Lembaga Analisis Kebijakan dan Anggaran (ALASKA) Adri Zulpianto mengatakan, berkurangnya hukuman terhadap Anas harus menjadi cerminan bahwa hukum di Indonesia masih terjadi banyak kekeliruan dan ketidaktelitian. Hal ini tentu menjadikan wajah penegakan hukum di Indonesia semakin buruk.

"Meski langkah PK tidak dapat disalahkan di dalam dunia hukum di Indonesia, tapi pada upaya penegakan hukum dan keadilan dengan mengurangi atau bahkan membebaskan terdakwa dari vonis pidana tidak juga dapat diterima," ujar Adri Zulpianto kepada Harian Terbit, Kamis (1/10/2020).

Adri memaparkan, dalam PK selalu ada kekeliruan, kesalahan dalam melihat barang bukti, dan kekeliruan dalam melihat masalah hukum yang terjadi oleh majelis hakim, sehingga Komisi Yudisial (KY) harus cermat dalam menentukan kepantasan para hakim di setiap pengadilan. Oleh karena itu faktor-faktor yang membuat PK dikabulkan hingga diputuskan pengurangan vonis pidana Anas Urbaningrum perlu untuk diperhatikan apakah ada putusan peradilan yang sesat.

Tanda Tanya

Sementara itu pemerhati masalah sosial masyarakat, Frans Immanuel Saragih mengatakan, potongan masa hukuman terhadap Anas Urbaningrum menimbulkan banyak tanda tanya. Apalagi terpidana kasus korupsi tersebut memang pernah menjadi perhatian publik nasional. Tapi sayangnya dijatuhi hukuman penjara. Sanksi sosial yang luar biasa didapat oleh Anas Urbaningrum. 

"Pengurangan masa tahanan itu sebenarnya diatur dalam hukum Indonesia, dan tata caranya juga diatur. Hanya saja pengurangan ini menjadi perhatian publik karena pemotongannya cukup tinggi, sekitar 40 % dari masa tahanan yang dijatuhkan sebelumnya," jelasnya. 

Frans memaparkan, saat ini masyarakat rindu akan rasa keadilan tanpa pandang bulu. Dan mereka ingin itu tercipta. Mungkin ini perlu dipertimbangkan kembali oleh mereka yang berkompeten akan hal tersebut.

Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan, KPK menyerahkan kepada publik penilaian atas putusan MA yang mengurangi hukuman terhadap Anas Urbaningrum. 

"Biar masyarakat saja yang menilai makna rasa keadilan dan semangat pemberantasan korupsi dalam putusan-putusan peninjauan kembali tersebut," kata Nawawi Pomolango, Kamis (1/10/2020).

MA mengabulkan PK yang diajukan Anas dan mengurangi masa hukuman Anas dari 14 tahun penjara pada tingkat kasasi menjadi 8 tahun penjara.“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Anas Ubaningrum tersebut dengan pidana penjara selama 8 tahun,” kata Andi Samsan Nganro lewat keterangan tertulis, Kamis (1/10/2018) 

Selain hukuman badan, Majelis Hakim PK juga mewajibkan Anas membayar denda sebanyak Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan. Majelis menjatuhkan hukuman tambahan berupa membayar uang pengganti sebanyak Rp 57,592 miliar dan pencabutan hak politik selama 5 tahun setelah menjalani hukuman. 

Majelis hakim yang memutus PK ini adalah Hakim Agung Sunarto, Andi Samsan Nganro dan M. Askin. Putusan dibacakan pada 30 September 2020. Andi mengatakan salah satu alasan Majelis Hakim mengabulkan PK ialah kekhilafan hakim.

sumber : harianterbit.com

Diberdayakan oleh Blogger.