Pemerintah Diminta Mengevaluasi atau Membatalkan

 Aksi Demo Menolak UU Ciptaker Bakal Membesar di Jakarta, Indonesia Bisa Rusuh


 JAKARTA - Aksi demonstrasi menentang Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja yang disetujui DPR pada Senin (5/10), terjadi dimana-mana. Meluasnya aksi penolakan dari buruh, mahasiswa, dan elemen masyarakat lainnya, tentu tidak bisa dipandang sebelah mata. Diperkirakan, aksi yang lebih besar akan terjadi di Jakarta dan berpotensi chaos dan bakal bisa rusuh.

“Aksi demo tolak UU Ciptaker yang kian marak dan memanas di daerah bakal bisa membesar di Jakarta. Apalagi saat ini sejumlah daerah terus melakukan demo menolak UU yang merugikan buruh dan rakyat kecil. 
Besok, Kamis (8/10/2020) BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) juga akan turun demo," kata pengamat politik dari lembaga Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie kepada Harian Terbit, Rabu (7/10/2020).

Jerry menegaskan, pengesahan UU tersebut tidak tepat. Apalagi selain saat ini banyak pekerja yang menjadi korban PHK, banyak yang masih terpapar Covid-19. Karenanya, bukan hanya buruh, bahkan guru sebagai pendidik para siswa juga ikut protes UU Ciptaker yang telah disahkan tersebut. Karena bakal banyak pihak yang dirugikan atas UU Ciptaker tersebut.

Menurut Jerry, sebaiknya Presiden Jokowi mengundang wakil buruh, mahasiswa, serikat guru dan mereka yang menolak UU Ciptaker merupakan langkah antisipatif terhadap gerakan massa yang brutal dan demo dimana-mana. Apalagi saat ini demo menolak UU Ciptaker sudah terjadi di puluhan kota seluruh Indonesia. 

"Indonesia sistem civil law dan UU Omnibus Law ini banyak digunakan di negara yang menerapkan sistem common law seperti AS, Inggris dan lainnya. Nah menurut KSPI mereka akan terus berdemo sampai tuntutan mereka dipenuhi," paparnya.

Perlawanan

Sementara itu, pengamat politik Rusmin Effendy juga memprediksi eskalasi gerakan demo di pelbagai daerah bakal menjadi simbol perlawan terharap rezim yang berkuasa. 

"Gerakan ini akan menjadi bola salju yang terus membesar dan berpotensi chaos.  Semakin ditekan justru semakin besar yang sulit di bendung. Inilah awal dari perlawanan rakyat terhadap otoriterian pemerintah," kata Rusmin kepada Harian Terbit, Rabu (7/10/2020).

Saat ini, ujar Rusmin, perlawanan rakyat sudah menyebar ke pelbagai daerah dengan satu tujuan. Jika pemerintah terus bertahan dan tidak mau menarik tuntutan rakyat, maka bukan tidak mungkin menimbulkan benturan yang semakin dahsyat. 

"Pengesahan UU Ciptaker cerminan otoriterian sekaligus kegagalan pemerintah menangkap aspirasi rakyat. Bagi rakyat hanya ada satu pilihan melawan atau mati secara perlahan. Sementara pemerintah menghadapi pilihan yang dilematis," ujarnya.

Jika pemerintah terus bertahan, lanjut Rusmin, gerakan perlawanan rakyat akan semakin besar dan sulit dibendung. "Saya percaya gerakan rakyat akan berubah menjadi people power yang dahsyat menumbangkan otoriterian rezim," tegasnya.

Harus Ditunda

Terpisah, Anggota DPD RI Fahira Idris mengungkapkan, sejak awal pembahasan RUU Ciptaker,  dirinya baik sebagai Anggota DPD RI maupun sebagai rakyat sudah meminta kepada Pemerintah dan DPR menunda dulu semua pembahasan di semua klaster yang ada dalam RUU ini hingga pandemi ini bisa dikendalikan. 

Dia menyayangkan ketergesaan Pemerintah dan DPR mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU disaat rakyat sedang fokus ikut membantu Pemerintah menanggulangi Covid-19 dan tengah berjibaku mempertahankan roda ekonomi rumah tangganya masing-masing.

“Kini kebanyakan rakyat tidak hanya resah akan pandemi, tetapi juga resah dan khawatir atas dampak yang akan mereka alami atas disahkannya UU Ciptaker. Situasi seperti ini berpotensi ‘menggerus sistem imun’ rakyat. Fokus rakyat menjadi terpecah-pecah akibat disahkannya UU Ciptaker,” tukas Fahira Idris di Jakarta, Rabu (7/10/2020).

Menurut Fahira, sebuah RUU yang mendapat penolakan luas, bahkan bukan hanya dari kalangan buruh, petani, nelayan, civil society, mahasiswa, akademisi tetapi juga ditolak organisasi keagamaan besar, maka menandakan RUU tersebut mengandung banyak persoalan. Dalam merespon penolakan ini, seharusnya Pemerintah maupun DPR memformulasikan ulang draf RUU Ciptaker dengan melibatkan sebanyak mungkin partisipasi publik atau mengedepankan prinsip keterbukaan. Bukan malah tergesa-gesa mengesahkannya.

Evaluasi

Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan meminta pemerintah mengevaluasi Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) karena semakin meluasnya penolakan dari buruh, mahasiswa, dan elemen masyarakat lainnya, ditambah respons negatif dari investor global terkait RUU yang telah disetujui DPR pada Senin (5/10).

Menurut dia, penolakan dari kaum buruh, mahasiswa, dan elemen masyarakat lainnya ditambah respons negatif dari investor global harusnya menjadi pertimbangan Pemerintah untuk menunda dan mengevaluasi kembali RUU Ciptaker.

Menurutnya, pemerintah jangan hanya mempertimbangkan korporasi besar, tetapi juga lindungi rakyat dan lingkungan untuk anak cucu kita yang akan datang. 

Syarief menilai, keprihatinan para investor global dengan potensi negatif dari RUU Cipta Kerja menunjukkan pemerintah kurang memahami tentang iklim investasi di Indonesia.

Selama ini pemerintah selalu mengatasnamakan investasi untuk mengesahkan RUU Cipta Kerja, padahal investor global juga telah menolak. Jadi, UU Cipta Kerja ini diperuntukkan kepada siapa. 

sumber : harianterbit.com

 

Diberdayakan oleh Blogger.