Tajuk: Oposisi Cegah Pemerintahan Menjadi Tirani



Pada Minggu, 2 Agustus 2020, dideklarasi Koalisi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Deklarasi ini digagas oleh sejumlah tokoh nasional yang selama ini dikenal sangat kritis terhadap pemerintah. Bahkan ada yang menyebut mereka adalah tokoh-tokoh oposisi.

Apa tujuan didirikannya KAMI? Dari banyak komentar sejumlah tokoh yang tergabung dalam KAMI, nampak tegas kesimpulannya bahwa Indonesia sedang menuju ke arah yang salah. Bisa hancur akibat cara yang keliru dalam mengelola negara. Zig zag dan cenderung ugal-ugalan.

Dari masalah ini, banyak kalangan mengatakan bahwa negeri ini membutuhkan oposisi untuk menjadi penyeimbang pemerintah, mengkritik program-program pemerintah yang tidak populer atau yang merugikan rakyat. Oposisi baik di pemerintahan dan parlemen guna mewujudkan demokrasi yang sehat.

Apalagi ada anggapan di masyarakat yang menyatakan kecewa dengan peran DPR. Para wakil rakyat ini tidak mau mendengar dan tidak peduli pada suara rakyat. Dalam berbagai masalah yang muncul yang mendapat penolakan masyarakat seperti Omnibus law, ibu kota baru, kereta cepat, dan soal BPJS, DPR dianggap gak ada greget. Seperti beda kepentingan dengan rakyat.

Dalam kondisi seperti itu, kata pengamat politik Tony Rosyid, wajar jika kemudian muncul banyak pertanyaan: DPR ini mewakili suara siapa? Jika begitu, lalu apa yang bisa diharapkan dari DPR sebagai lembaga kontrol terhadap pemerintah? Keadaan ini membuat rakyat semakin "marah" dan "frustrasi" .

Politisi PKS, Mardani Ali Sera mengatakan PKS akan memposisikan diri berada di luar pemerintahan dan menjadi penyeimbang pemerintah. Mereka akan mengkritisi program-program pemerintah yang tidak populer, maka akan lebih terhormat. Ini akan menjadi bagian dari tugas mulia.

Pengamat Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Iding Rosyidin menilai menjadi oposisi tidak dirugikan karena merupakan bagian dari proses demokrasi sehingga kinerja pemerintah dapat terus diawasi. Menurutnya, istilah tersebut menurutnya sebetulnya sudah ada sejak sebelum kemerdekaan meskipun namanya bukan oposisi.

Di zaman sebelum kemerdekaan, tradisi kritik pada pemerintah sudah ada bahkan di zaman kerajaan meskipun namanya bukan oposisi tapi itu bentuk perlawanan.

Oposisi menjadi penting dalam proses demokrasi Indonesia karena mempunyai kekuatan sebagai kontrol pemerintah dalam melaksanakan kebijakannya. Sebagai check and balances pada level parlemen dan kontrol terhadap pemerintahan.

Kita sepakat perlu ada partai politik maupun para tokoh yang menjadi oposisi atau berada diluar pemerintahan agar fungsi "chaeks and balance" terhadap pemerintah tetap berjalan. Dengan demikian kinerja pemerintahan berjalan baik. dan mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat, menurut dia, maka pemerintah akan bekerja lebih hati-hati dan lebih baik.

Prof Juanda mengkhawatirkan, kalau pemerintahan tidak ada kontrolnya dikhawatirkan akan menjadi tirani dan pemerintahan absolut. Hal ini sudah melenceng dari prinsip demokrasi.

Harapan kita pihak oposisi harus bersikap dewasa dan profesional dalam mengkitik. Jika memang kebijakan pemerintah bagus untuk rakyat, tentu harus didukung. Jadi tidak asal kritik sehingga menimbulkan kegaduhan di ranah publik.

Oposisi yang kritis tentu selalu memberikan masukan konstruktif kepada pemerintah yang sedang berkuasa. Hal ini tentu akan membuat negara dan bangsa kuat.

Banyak pihak menginginkan agar semakin banyak tokoh menjadi oposisi, tidak masuk ke dalam pemerintahan. Hal ini untuk mencegah kekuasaan tanpa kontrol yang akan membuat rakyat susah. Itulah sebabnya oposisi diperlukan.

Para pakar politik menyebutkan, dalam sistem demokrasi, kelompok oposisi berperanan penting dalam membangun keseimbangan atau "checks dan balances" pada pemerintahan. Mekanisme 'checks dan balances' ini dibutuhkan untuk mewujudkan tata kelola dan penyelenggaraan pemerintahan yang terkontrol, sehingga pemerintahan yang sedang berkuasa tidak keluar 'jalur' dan bertindak sewenang-wenang.

Sebuah pemerintahan dalam sistem demokrasi yang bersih tentu memerlukan unsur penyeimbang yang bertugas mengontrol jalannya pemerintahan. Sebab jika tidak ada fungsi kontrol, pemerintahan akan berjalan tak seimbang, bahkan bisa melakukan penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power.

Bila demokrasi ingin sehat harus ada perimbangan antara yang menjalankan pemerintahan dan yang mengontrol jalannya pemerintahan.

sumber : harianterbit.com
Diberdayakan oleh Blogger.