Cinta Keluarga Sehangat Sinar Mentari, Selalu Jadi Penguat Diri

JAKARTA Setiap keluarga memiliki banyak kisah dan makna tersendiri. Baik kisah bahagia maupun kisah yang berurai air mata. Kisah tentang orangtua, saudara, atau kerabat dalam keluarga. Ada makna dan pelajaran yang bisa dipetik dari setiap kisah yang kita miliki dalam keluarga. Melalui Lomba My Family Story ini Sahabat Fimela bisa berbagai kisah tentang keluarga.


Oleh: Annisa Nurrahmah

Suatu saat seseorang berkata pada saya, “Aku ingin bisa menyayangi keluargaku, sebagaimana kamu menyayangi keluargamu.” Mendengarnya saya tak bisa berkata apa-apa. Bukankah memang seperti itulah seharusnya keluarga?

Saling menyayangi, merindukan, menguatkan, dan berbagi kebahagiaan.
Bagi saya keluarga adalah tempat pulang. Saat lelah, penat, atau bingung melanda bertemu dengan keluarga seperti proses charging semangat sehingga bisa kembali beraktivitas dengan baik. Keluarga pun adalah tujuan pertama menyampaikan kabar gembira, sedih, galau, dan berbagai perasaan yang hinggap.

Sebagaimana Bapak, Ibu, dan adik-adik saya melakukannya sejak dulu. Kemudian saya menyadari bahwa di luar sana banyak orang yang tak seberuntung saya. Ternyata sebagian mereka membutuhkan usaha yang tak mudah untuk menunjukkan rasa sayangnya pada keluarga. Bahkan sampai ada yang memilih untuk menjauh dari keluarganya.

Sebenarnya keluarga saya pun bukan keluarga yang sempurna, meski banyak yang memandang bahwa keluarga kami adalah keluarga ideal yang dirindukan semua orang. Pada kenyataannya setiap keluarga memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.

Saya memandang seseorang yang tidak memiliki kelekatan dengan keluarganya dikarenakan adanya mental blocking yang muncul karena luka pengasuhan. Hal tersebut muncul karena adanya pengalaman yang tidak berkenan selama periode sebelumnya.

Misalnya orang tua yang abai, terlalu mengatur anak, bullying (memberi julukan si pesek, si gendut), menganak emaskan anak, atau bahkan anak yang tidak diharapkan. Padahal setiap anak memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan, kasih sayang, pendidikan, juga kesejahteraan. Dari siapa lagi anak mendapatkan itu semua kalau bukan dari kedua orang tuanya, dari keluarganya.

Orangtua yang Penuh Cinta

Lalu saya berkelana membayangkan masa lalu, apakah saya pun memiliki kenangan buruk? Mengapa saya bisa menjalani kehidupan dengan gejolak yang tidak begitu besar? Ternyata saya menyadari adanya peran keluarga di dalamnya. Meskipun orang tua saya pun memiliki kekurangan dalam membersamai anak-anaknya karena keduanya bekerja. Namun mereka senantiasa meluangkan waktu dengan kualitas yang baik.

Di saat lelah sepulang bekerja, mereka masih meluangkan waktu menemani mengerjakan tugas dari sekolah. Setiap akhir pekan mereka selalu menemani beraktivitas sejak pagi meski hanya berolah raga di halaman atau berkunjung ke rumah nenek. Pun jika ada kegiatan di sekolah, orang tua saya selalu hadir dan terlibat.

Orang tua saya selalu mengomunikasikan segala hal. Kami anaknya merasa diakui karena selalu dimintai pendapat. Mereka pun tak segan menceritakan kondisi keluarga. Suatu saat adik saya yang saat itu kurang lebih berusia lima tahun meminta jajan. Ibu saya berkata, “Dek, uangnya kan mau ditabungkan untuk membuat rumah. Kalau jajan, kapan kita punya rumah?”

Ya, Ibu memang tidak membiasakan anaknya jajan. Di rumah sebisa mungkin Ibu menyediakan makanan yang cukup. Ibu bilang, makanan yang dibuat Ibu penuh bumbu doa. Untuk apa membeli di luar?

Pada intinya yang saya sadari saat ini, orang tua saya dapat memberikan lebih banyak cinta dibandingkan luka. Sehingga sebesar apa pun kekurangan atau bahkan luka yang mereka torehkan tidak membuat anak-anaknya ‘sakit’.

Ya, terutama dengan hadirnya sosok Ibu yang merupakan rumah, tempat berkeluh kesah dan pemompa semangat. Rumah itu bernama keluarga dan berada di dalamnya terasa sehangat sinar mentari pagi.

sumber : fimela.com
Diberdayakan oleh Blogger.