IPO Anak Usaha Pertamina Lebih Menguntungkan


JAKARTA -  Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan pentingnya anak usaha perusahaan melantai di bursa saham atau Initial Public Offering (IPO). Sebab, ketimbang berutang, IPO anak usaha lebih menguntungkan.

Kebijakan IPO anak usaha itu sesuai dengan arahan dan target Menteri BUMN Erick Thohir kepada Pertamina untuk melepas saham 2 anak usaha ke publik.

Menurut Nicke, IPO merupakan salah satu cara perusahaan mendapatkan pendanaan untuk mendukung upaya restrukturisasi dan pengembangan bisnis.

Adapun belanja modal (capital expenditure/capex) Pertamina untuk 6 tahun ke depan ditaksir sebesar 133 miliar dolar AS atau sekitar Rp 1.942 triliun (asumsi kurs Rp 14.602).

"Kami sudah petakan kemampuan kita itu 47 persen (dari total capex), 15 persen itu equity financing, 10 persen project financing, 28 persen ini external fund. External fund ini bisa dari berbagai cara bisa bonds, bisa pinjam ke perbankan dan bisa IPO," jelas Nicke dalam webinar, Minggu (26/7/2020).

Dijelaskan, di antara 3 opsi tadi, IPO menjadi pilihan paling menguntungkan karena memiliki akses jumlah pendanaan yang luas, tidak dibatasi tenor dan pengembaliannya (deviden) lebih fleksibel. Berbeda dengan surat utang (bonds) dan pinjaman ke perbankan.

Tidak hanya dibatasi tenor, pendanaan dari surat utang dan perbankan juga dibatasi oleh debt to equity ratio (perbandingan jumlah utang dengan ekuitas perusahaan).

Semakin besar utang perusahaan, semakin besar pula debt to equity ratio-nya, dan tentu akan berpengaruh ke kondisi keuangan perusahaan.

"Kenapa kita nggak bonds saja, ya, tapi nanti debt to equity rationya ke-hit (terpukul), dan (dana) juga harus dikembalikan. Kalau IPO lebih fleksibel karena nggak terdampak debt to equity ratio dan tidak usah mengembalikan pokok-pokok pinjaman. Sebenarnya, ada plus minusnya," ujar Nicke.

Nicke menambahkan, perusahaan minyak dan gas besar di dunia seperti Petronas, BP Energy, PTT hingga Exxon melakukan IPO anak usaha untuk mengembangkan bisnis mereka.

"Kita lihat seperti Petronas, dari 5 subholdingnya 4-nya di IPO. Sama saja dengan BP, PTT, Exxon ini jadi salah satu opsi perusahaan-perusahaan untuk tumbuh dan mengembangkan usahanya," jelas dia.

Rencana Subholding Pertamina melantai di bursa saham (initial public offering/IPO) dinilai tidak melanggar konstitusi dan perundang-undangan. Sebab itu rencana IPO seharusnya tidak jadi persoalan apalagi melakukan uji materi terhadap UU BUMN.

Ini diungkapkan Pakar Hukum Yusril Ihza Mahendra. Dia menyebut bahwa rencana IPO tersebut merupakan bagian dari transformasi dan tak ada yang inkonstitusional.

Transformasi melalui apapun, termasuk IPO, hanya alat dan bukan tujuan, lanjutnya, yaitu untuk membuat Pertamina semakin kuat dan besar, menjadi "perusahaan 100 miliar dolar AS" dalam waktu empat tahun ke depan.

"Karena itu, kata 'menguasai' dalam Pasal 33 ayat 2 UUD 1945 bukanlah tujuan, namun alat untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat. Bahwa pengertian 'dikuasai' itu sudah lebih dikuatkan dalam keputusan MK No. 002/PUU/2003," ujar dia seperti melansir Antara di Jakarta, Kamis, (16/7/2020).

Terkait Pasal 77 UU BUMN, Yusril menegaskan yang dimaksud larangan privatisasi persero tertentu adalah yang secara tegas dilarang dalam perundang-undangan. Dalam hal ini, UU Migas maupun ketentuan pelaksanaannya tidak mengatur larangan semacam itu.

"Apalagi yang dilakukan sekarang adalah restrukturisasi, belum privatisasi. Kalaupun privatisasi, nantinya juga bukan Pertamina-nya tetapi anak perusahaan Pertamina," tuturnya.

Bidangnya, selain biz Hulu, juga ada ada biz Refining dan Petchem, biz Commercial dan Trading, biz Power dan NRE, Shipping, dan juga gas yang sudah terlebih dahulu melalui PT PGN Tbk.

"Untuk itu, sejauh ini semua langkah yang telah dilakukan Pertamina terkait IPO Subholding adalah konstitusional, tidak melanggar hukum dan masih dalam trek yang seharusnya," ujar Yusril.

Sebelumnya, pakar hukum bisnis Ary Zulfikar juga menyatakan pembentukan holding sejalan dengan UU dan peraturan yang berlaku, mulai dari UUD 1945 hingga UU sektoral dan BUMN.

"Filosofi Pasal 33 adalah untuk kemakmuran rakyat. Kalau pada akhirnya tujuan (IPO subholding Pertamina) sesuai untuk kemakmuran rakyat itu sendiri, mengapa tidak? Malah, dengan IPO kita bisa memonitor lebih jauh," katanya.

Apalagi, tambah dia, yang masuk bursa saham adalah subholding atau anak perusahaan Pertamina, bukan Pertamina sebagai BUMN sehingga akan membuat Pertamina lebih optimal.

sumber : harianterbit.com
Diberdayakan oleh Blogger.