Dana Bantuan Corona Rawan Diselewengkan

JAKARTA - Mantan menteri era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Freddy Numberi, mengaku khawatir dana bantuan Covid-19 atau Virus Corona rawan diselewengkan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab.

Freddy mengungkapkan, berdasarkan pengalaman empiris selama ini, dana stimulus baik ekonomi maupun bantuan bencana, selalu ‘raib’ diambil oleh oknum baik yang berada di dalam pemerintahan maupun ‘para predator ekonomi’ yang ada di luar pemerintahan.

“Hal ini sangat memprihatinkan kita sebagai bangsa dan ini juga menunjukkan betapa buruknya payung regulasi sistem birokrasi kita yang bertele-tele dan tidak transparan yang pada akhirnya berujung pada raibnya bantuan dana stimulus bagi rakyat yang saat ini disebut Jaring Pengaman Sosial (JPS),” ungkapnya di Jakarta, Minggu (14/6/2020).

Freddy menyebutkan, hal itu dapat dilihat pada dana konstruksi setelah tsunami Aceh 2004 maupun tsunami Jawa Barat 2009 dan peristiwa lainnya yang akhirnya menjerat beberapa oknum hingga masuk penjara.

“Pengalaman ini merefleksikan kepada kita bahwa rezim pemerintah yang ada maupun DPR selalu gagal dalam pencegahan terhadap penyelewengan dana-dana bantuan tersebut. Untuk itu perlu peningkatan pengawasan yang ketat terhadap bantuan dana Covid-19 ini agar tidak disalahgunakan,” ujarnya.

Seperti diketahui, landasan hukum pandemi Covid-19 ini adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Pandemi Covid-19.

Pada Pasal 27, dinyatakan bahwa biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk mendukung program penanggulangan Covid-19 bukan merupakan kerugian negara, dan pejabat yang mengeluarkan kebijakan tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana.

“Ini pasal sangat ambigu dan sarat dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), karena disumirkan dengan kata-kata bila dalam melaksanakan tugas didasarkan pada itikad baik dan sesuai peraturan perundangan,” kata mantan Perwira Tinggi TNI Angkatan Laut itu.

Freddy juga menilai bahwa sama saja Pasal 27 tersebut memberikan kebebasan kepada pejabat terkait untuk melakukan KKN dalam penyaluran dana Covid-19 yang besarnya Rp405 triliun secara keseluruhan.

Menurut Freddy, bisa saja pejabat terkait itu melalui kerja sama dengan pihak oknum farmasi memanipulasi anggaran sebesar Rp75 triliun, dari total anggaran tersebut untuk keperluan distribusi obat dan peralatan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat.

Namun karena tindakannya dikategorikan bukan merupakan obyek gugatan, maka tidak bisa digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara. “Hal ini membuka peluang untuk terjadinya moral hazard baik di pusat maupun daerah. (danial)

sumber : harianterbit.com
Diberdayakan oleh Blogger.