Rencana Distribusi Tertutup Elpiji 3 Kg Harus Dilakukan dengan Cermat

JAMBITERBIT.COM, JAKARTA - Pengamat Energi Sofyano Zakaria mengatakan, seharusnya rencana program distribusi tertutup elpiji 3kilogram (kg) direncanakan dan dipersiapkan secermat  mungkin sehingga tidak hanya menjadi uji coba serta tidak buru buru disampaikan secara terbuka kepada masyarakat karena ini bisa menimbulkan “panic buying” yang akhirnya akan menimbulkan masalah baru bagi pemerintah.

“Program ini sudah pernah dilakukan di Malang, Bali, Tarakan, Batam, Gunung Kidul, namun tidak diketahui keberhasilannya dan hingga saat ini distribusi masih dijalankan secara terbuka seperti di daerah lainnya,” kata Sofyano.

Menurut Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (PUSKEPI) ini, distribusi elpiji 3 kg tidak bisa dikatakan tidak tepat sasaran karena tidak ada peraturan pemerintah yang tegas dan jelas terkait siapa pengguna yang berhak atas elpiji 3 kg juga tidak ada sanksi hukum terhadap pelanggarannya.

“Melakukan distribusi tertutup dan mengalihkan subsidi kepada orang langsung untuk tujuan mengurangi beban pemerintah atas subsidi pada dasarnya harusnya dilakukan secara adil karena pemerintah tidak melakukan hal yang sama misalnya terhadap bbm solar subsidi yang ternyata nyaris bisa dibeli bebas oleh siapapun dan nyaris tak dikoreksi naik harga jualnya,” papar Sofyano.

Dia mengemukakan, jika pemerintah yakin bisa mengalihkan subsidi elpiji kepada orang langsung maka harusnya ini juga bisa dilakukan kepada solar subsidi yang pada nyatanya pembeli dan penggunanya adalah kendaraan berbahan bakar solar dan hal ini bisa menimbulkan rasa ketidak adilan bagi masyarakat.
.
“Terus membengkaknya subsidi elpiji tidak semata disebabkan oleh pengguna tak tepat sasaran tapi juga bisa disebabkan naiknya harga elpiji dunia dan tak pernah dikoreksi naiknya HET elpiji sejak program konversi minyak tanah ke elpiji dijalankan,” ujarnya.

Menghemat Subsidi

Menurutnya, dari sejak tahun 2007 Pemerintah mematok HET sebesar Rp.4.250/kg. “Jika pemerintah berkeberanian mengkoreksi HET elpiji 3 kg sebesar Rp.5.000/kg maka pemerintah berpotensi menghemat subsidi sekitar Rp.34,5T jika kuota elpiji rata rata 6,9 miliar kilogram pertahun.

”Pada dasarnya, lanjut Sofyano,  masyarakat sudah terbiasa membeli elpiji 3kg jauh diatas ketentuan HET Bupati atau Walikota dan masyarakat nyaris tak komplain soal harga tapi akan bereaksi keras jika elpiji langka. Karena itu harusnya pemerintah mengkaji hal ini.

Dia mengemukakan, dengan sudah terbiasanya masyarakat membeli elpiji 3 kg jauh diatas HET lewat peran pengecer harusnya ini bisa dijadikan pertimbangan untuk mengkoreksi HET yang ada, namun Pemerintah harus menjamin bahwa akan terjadi elpiji satu harga diseluruh pelosok negeri.

Untuk membuat dan menjamin terwujudnya elpiji satu harga, lanjut Sofyano, maka peran pengecer elpiji yang ada selama ini harus ditetapkan sabagai mata rantai distribusi dengan menjadikannya sebagai Sub Pangkalan dan harus ada disetiap RT dan nantinya ini harus dibina dan diawasi penuh oleh Pemerintah Daerah. (harianterbit/alle)

sumber : harianterbit.com
Diberdayakan oleh Blogger.