Cerita Kurnia Sandy: Awal Mula Menjadi Kiper, Berguru di Italia, dan Pembinaan Usia Muda



Makassar - Sosok Kurnia Sandy masuk dalam jajaran kiper terbaik yang pernah membela Timnas Indonesia. Bersama skuat Merah-Putih, penjaga gawang kelahiran Semarang, 24 Agustus 1975, ini tampil pada sejumlah ajang internasional seperti SEA Games, Piala Tiger (Piala AFF) dan Piala Asia. Aksi terbaiknya ketika Timnas Indonesia menghadapi Kuwait di Piala Asia 1996.

Pada laga yang berlangsung di Stadion Syekh Zayed, Abu Dhabi, 4 Desember 1996 itu, Kurnia Sandy tercatat enam kali melakukan penyelamatan gemilang. Sayang, saat Indonesia unggul 2-0, Sandy terpaksa menepi karena cedera. Perannya digantikan oleh Hendro Kartiko.

Seperti diketahui, Indonesia akhirnya bermain imbang 2-2. Penampilan apik Sandy itu merupakan hasil kerja kerasnya berguru di Italia bersama PSSI Primavera dan Sampdoria.

Khusus di Sampdoria, Sandy berpeluang mendapatkan menit bermain di Serie A Italia. Ketika itu, kiper utama Fabrizio Ferron tak bisa tampil karena sanksi kartu merah. Ia pun diplot menjadi pelapis Matteo Sereni. Sayang, Sandy gagal masuk lineup karena Sampdoria terlambat mengurus dokumen pendaftarannya.

Dalam channel youtube Liga TopSkor, Sandy bercerita proses panjangnya sebelumnya menjadi kiper utama Timnas Indonesia, termasuk ketika pertama kali memilih menjadi kiper.

Menurut Sandy, menjadi kiper awalnya karena 'kecelakaan'. Sejatinya, ia terlebih dulu menggeluti musik dengan menemani kakak perempuannya kursus piano.

"Kakak saya itu anak perempuan satu-satunya dalam keluarga. Oleh orangtua, saya ditugaskan menemaninya kursus piano," kenang Sandy.

Beruntung, dua kakak lelakinya bermain sepak bola. Sandy pun diajak bergabung di SSB Tugu Muda Semarang dan kemudian membela klub SSS yang berlaga di kompetisi internal PSIS.

"Awalnya saya bermain sebagai penyerang sayap. Tapi, oleh kakak, saya disarankan jadi kiper. Kami pun berlatih di garasi rumah saat latihan di SSB libur," kata Sandy.

Peruntungan Sandy di sepakbola mulai terbuka ketika terpilih memperkuat tim Haornas Semarang. Setelah itu, ia masuk Diklat Salatiga dan mengikuti kejuaraan nasional. Dari ajang itu, ia terpantau tim pemandu bakat Diklat Ragunan.

"Jadi waktu duduk di bangku SMA, saya tercatat jadi siswa tiga sekolah, di Semarang, Salatiga dan Jakarta."

Menimba ilmu di Diklat Ragunan, Sandy terpilih masuk skuat PSSI Primavera yang berguru di Italia pada 1993. Ketika berada di Italia, Sandy mengaku banyak mendapat pengalaman terutama soal kedisiplinan. Satu contohnya, setiap pemain sudah harus berada di lapangan satu jam sebelum latihan.

"Ternyata datang lebih cepat membuat pemain lebih rileks dalam mempersiapkan diri, termasuk perlengkapan untuk latihan. Dari sisi teknis, kami juga belajar organisasi permainan dan saling dukung antarpemain dalam pertandingan," terang Kurnia Sandy.
Pembinaan Usia Muda

Kurnia Sandy yang kini masih tercatat sebagai pelatih kiper Madura United mengaku juga konsentrasi kepada pembinaan pemain usia muda. Seperti yang ditunjukkannya dengan menjadi mentor pada Akademi Sepakbola Safin yang berlokasi di Kabupaten Pati.

"Membina pemain usia muda butuh penanganan khusus. Tak hanya soal melatih teknik dasar, tapi juga sikap dan mental sang pemain," tutur Sandy.

Itulah mengapa, Sandy menyayangkan kalau ada pelatih dan pembina SSB atau akademi sepak bola yang masih berorientasi memburu gelar dalam sebuah turnamen.

"Membina itu harus lewat proses yang benar dan tidak instan. Peran orang tua juga penting untuk mengedukasi anaknya. Intinya, lewati semua proses. Soal juara itu hanya bonus," tegas Sandy.

Pada kesempatan itu, Sandy pun menyatakan dukungannya kepada Timnas Indonesia U-16 yang akan berlaga di Piala AFC U-16 2020 di Bahrain, pada 25 November hingga 12 Desember 2020.

"Apa pun hasil yang dicapai nanti, saya berharap pemain muda kita tetap didukung dan jangan dihujat kalau gagal. Yang penting saat ini, mereka telah menjalani proses dengan benar," pungkas Sandy.
Diberdayakan oleh Blogger.