Dirjen Hortikultura Laporkan Perusahaan Importir Bawang Putih, PPBN: Tidak Ada Yang Dilanggar

JAKARTA - Setelah gejolak harga bawang putih mereda dan kembali normal sebagai dampak kebijakan relaksasi impor. Kini isu bawang putih kembali disorot publik. Pasalnya Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan), Prihasto,  mempersoalkan ada 34 perusahaan yang melakukan impor bawang putih tanpa Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) yang menjadi kewenangan Dirjen Hortikultura.

Dihadapan Komisi IV DPR RI, Prihasto menyampaikan akan melaporkan ke 34 perusahaan tersebut ke Satgas Pangan karena telah melanggar Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2020 Tentang Hortikultura.

Menanggapi pelaporan tersebut,  Ketua Perkumpulan Pengusaha Bawang Nusantara (PPBN),  Mulyadi, menjelaskan tidak ada yang dilanggar oleh pengusaha dalam mengimpor bawang putih selama periode relaksasi.

"Pengusaha berpegang pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27 Tahun 2020 Tentang Relaksasi Impor. Permendag tersebut lahir karena perintah Presiden dan hasil Rakortas Kemenko Perekonomian yang merespon harga bawang putih dan bombay melonjak tinggi di tengah pandemi korona," jelas Mulyadi kepada media di Jakarta, Kamis (9/7/2020).

Harga bawang putih saat itu, sambung Mulyadi, mencapai Rp.80 ribu/kg dan bombay sampai Rp.120 ribu/kg. Padahal harga normalnya di pasar cuma Rp.20 ribu/kg.

"Apakah impor bawang putih tanpa RIPH itu illegal?  Jelas tidak, semua impor bawang putih melalui karantina," tegasnya.

Mulyadi mengatakan, sesuai Rapat Koordinasi Teknis di Kemenko Perekonomian yang dihadiri Kemendag, Kementan dan Satgas Pangan. Badan Karantina sesuai tugas dan fungsinya ditunjuk untuk memeriksa dokumen dan kesehatan atas importasi bawang putih dan bombay, serta diizinkan mencatat ada atau tidak/belum ada RIPH.

"Jika impor bawang putih dan bombay melalui kebijakan relaksasi impor tersebut berhasil menurunkan harga di masayarakat,  mengapa harus diributkan persoalan impor tanpa RIPH? ," tambahnya.

Menurut Mulyadi,  harusnya yang dipersoalkan dan dituntut oleh Dirjen Hortikultura adalah perusahaan-perusahaan yang telah mendapat RIPH tetapi tidak melakukan impor. Padahal saat itu perintah Presiden Jokowi tegas pangan harus cukup dan harga tidak boleh tinggi. Karena itu solusinya adalah pembebasan izin impor agar tidak ada hambatan peraturan dan birokrasi.

"Pertanyaanya,  kenapa yang sudah dikeluarkan RIPH yang menurut Dirjen Hortikultura sudah cukup sampai akhir tahun tetapi sebagian besar tidak mau impor? Dan kenapa tidak ada sangsi tegas dari Dirjen Hortikultura untuk mencabut RIPH yang sudah diberikan?  Apakah karena harga bawang putih sudah kembali murah, mereka tidak mau impor karena tidak untung? ," ungkap Mulyadi.

Tak hanya itu, kata Mulyadi, sebenarnya  produk bawang putih impor sudah memenuhi standar mutu dan keamanan pangan walapun tanpa rekomendasi tersebut, karena sudah dilakukan pemeriksaan standar mutu dan keamanan pangan oleh Badan Karantina Pertanian ketika masuk wilayah Indonesia.

"Apabila standar mutu dan keamanan pangan diragukan karena importir tidak menyerahkan Good Agriculture Practices (GAP) dan Good Handling Practices (GHP) saat melakukan importasi bawang putih, PPBN sanggup mendorong pelaku usaha yang bernaung di organisasi PPBN menyerahkan GAP dan GHP tersebut kepada pihak yang berwenang, bila polemik ini terus terjadi," katanya

Bahakan, lanjut Mulyadi, pihaknya juga menuntut Dirjen Hortikultura membuka secara transparan GAP dan GHP para pelaku importasi bawang putih yang menggunakan rekomendasi tersebut.

"Apakah pemegag RIPH sudah memenuhi ketentuan ketika melakukan importasi bawang putih dari negara asal yang sesuai dengan GAP dan GHP yang ditentukan. Kami juga meminta dilakukan audit atas penanaman bawang putih yang dibiayai APBN sejak tahun 2017-2019 secara faktual. Biar semuanya terbuka ya," tandasnya. (safari)

sumber : harianterbit.com
Diberdayakan oleh Blogger.